Kabinet SBY Disebut ‘Pelupa Jilid II’

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Alie Usman

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kabinet Indonesia Bersatu jilid II dibawah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai lebih pantas disebut dengan Kabinet Pelupa jilid II lantaran dipandang selalu lupa dan mengabaikan apa yang telah menjadi sumpah dan janji mereka.

Sifat lupa tersebut juga terlihat dari banyaknya persoalan HAM yang hingga kini terus menumpuk tanpa pernah ada penyelesaian. Bahkan, pemerintah juga seolah melupakan kasus-kasus tersebut hingga harus menuai protes dari publik.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dan Pemenuhan Hak Korban, Kontras, Yati Andriani mengatakan, Kabinet Pelupa yang hingga kini masih menjadi pemegang kekuasaan negara jelas melukai perasaan rakyat dengan dilupakannya persoalan HAM yang hingga kini terkubur dari proses penegakan hukum yang adil.

"Kabinet SBY adalah kabiinet pelupa. Katanya akan menyelesaikan pelanggaran HAM, tapi hingga saat ini belum ada realisasinya. Bahkan kasus penculikan paksa yang jelas-jelas sudah ada rekomendasi DPR setahun lalu pun tidak digubris," ujar Yati saat menggelar Pasar Lupa di depan Istana Negara. Minggu (17/10/2010).

Menurutnya, SBY tidak hanya secara sengaja melupakan kasus-kasus tersebut, tetapi juga pandai mengalihkan isyu dari satu kasus ke kasus yang lain dengan harapan mengaburkan persoalan hingga akhirnya dilupakan. Tercatat, sejumlah kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum ada kejelasan nasibnya.

Sebut saja kasus penghilangan dan penculikan paksa di tahun 1997-1998. Menurut Yati, kasus yang dekat saja tak digubris SBY, apalagi sejumlah kasus pelanggaran HAM serius seperti Tragedi 1965/1966, kasus Tanjung Priok (1984), kasus Talangsari (1989), kasus Trisaksi (1998), kasus Semanggi I dan II (1988-1999), dan kasus pembunuhan Munir (2004)

"Kami melihat sikap lupa ini ada dampak dari hiruk pikuk politik transaksi politik yang justru meminggirkan keluarga korban. Kami minta transaksi itu harus dihentikan. Kami justru mendesak untuk dibentuk secepatnya Peradilan HAM," ujarnya.