Warga Secanggang Unjuk Rasa ke PN Stabat

Ratusan warga mengatas namakan dari BPRPI, KontraS dan InsideS Kecamatan Secanggang, mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Rabu (20/10).

Mereka menyampaikan tuntutan atas rekan mereka yang dijadikan kriminalisasi oleh peyidik polisi, jaksa serta hakim. Para pendemo terdiri dari kaum perempuan, orangtua, remaja serta beberapa di antaranya anak kecil memenuhi halaman PN Stabat sambil membentangkan puluhan spanduk dari kertas karton, sekaligus meminta 9 butir tuntutan.

Kedatangan pendemo, menyusul digelarnya sidang putusan terhadap pengetua adat Ibrahim Isra alias Ibrahim Nyak (68) yang dilaporkan pihak PTPN2 ke pihak berwajib dengan tuduhan perusakan lahan dan tanaman.

Pendemo juga menuding Polres Langkat dan lembaga peradilan Langkat kurang kooperatif dalam menanganai perkara masyarakat adat di Langkat, hingga tidak heran setiap permasalahan tanah adat penyelesaian dari mulai penyidikan saksi, penuntutan dan putusan pengadilan kerap copy paste.

Termasuk keterangan saksi yang satu dengan penjelasan saksi terdakwa lain kendati belum diperiksa terkadang memberi penjelasan yang terkesan mirip.

Setelah beberapa saat pengunjukrasa menggelar orasi di depan halaman PN, mereka diterima Ketua PN Stabat diwakili Hakim Ade Sumitra, SH dan Humas PN Stabat Darminto,SH.

Dalam pertemuan itu beberapa delegasi termasuk penasehat hukum terdakwa Ibrahim Isra dari Kontras, Ketua I BPRPI Sumut Sahrum dan pemangku adat Langkat Ibrahim Isra, yang masih menjalani tahanan kota dan akan divonis PN Stabat, menyampaikan beberapa tuntutan.

Butir pertama dari tuntutan mereka, warga BPRPI meminta majelis hakim di sidang perkara petuah adat Ibrahim Isra segara dibebaskan dari segala tuntutan, sebab menurut mereka tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar undang-undang perkebunan Pasal 47 ayat (1).

Selanjutnya, meminta stop tindakan intimidasi, pengusiran, perusakan, pembakaran, penganiayaan dan kriminalisasi masyarakat adat BPRPI. Tiga, segera bentuk undang-undang masyarakat adat mengacu pada deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat. Empat, kepada Kapolda untuk segera membuat SOP khusus penanganan kasus-kasus masyarakat adat.

Kelima, cabut HGU PTPN dan PTP swasta di wilayah tanah adat. Enam, periksa dan tangkap penjual, penadah tanah masyarakat adat. Tujuh, copot oknum polisi, jaksa dan hakim selaku kaki tangan dan penjilat PTPN2 dalam melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat adat Secanggang.

Delapan, stop praktek konspirasi hukum antara polisi, jaksa dan hakim dalam menzhalimi hak-hak masyarakat adat. Serta terakhir, periksa dan tangkap mafia hukum yang berkolusi dengan PTPN dan PTP swasta dalam menzhalimi hak-hak masyarakat adat. (hpg)