Penembakan Demonstran Harus Dibawa ke Pidana

JAKARTA–MICOM: Pelaku penembakan demonstran Farel Restu harus dituntut secara pidana, tidak cukup hanya dijatuhi sanksi administratif.

Seperti diketahui, demonstrasi yang digelar mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu (20/10) lalu berujung rusuh. Pengunjuk rasa dan aparat kepolisian bentrok dan mengakibatkan seorang mahasiswa UBK, Farel Restu, tertembak di bagian kaki.

Sekretaris Jenderal Federasi Kontras Oslan Purba mengatakan pelaku penembakan dan komandan lapangan pada saat peristiwa terjadi, harus dituntut secara pidana.

"Yang kita tidak mau, ini dibawa hanya ke komisi etik polisi yang nanti sanksinya hanya administratif. Ini harus dibawa ke ranah pidana supaya ada efek jera," tegas Oslan kepada wartawan dalam jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (22/10).

"Kalau tidak, sekarang dia dicopot jadi Kapolres, besok dia naik jadi misalnya Wakapolda atau kemana, seperti Timur (Pradopo), yang diduga melakukan pelanggaran HAM di kasus Trisakti dan Semanggi, bisa jadi Kapolri," sambungnya.

Kapolres dan Kapolda, kata Oslan, dapat dimintai pertanggungjawaban atas jatuhnya korban luka ini. "Orang yang punya otoritas untuk mencegah atau menghindari agar peristiwa itu tidak terjadi, tetapi tidak melakukan apa-apa, dia bisa dimintai pertanggungjawaban dari sisi penegakan HAM," ungkapnya.

Oslan mengatakan, menurut Protap Nomor 1 tahun 2010, penembakan sah dilakukan jika massa mengancam keselamatan orang lain dan aparat keamanan.

"Hanya itu alasan yang sah untuk menembak. Itu pun tujuannya bukan untuk mematikan tetapi melumpuhkan," tambahnya.

Oslan mengatakan ada indikasi kuat bahwa buruknya koordinasi aparat keamanan di lapangan turut berkontribusi terhadap terjadinya insiden tersebut. Dari hasil observasi dan informasi yang dihimpun, ia mengatakan bahwa saat bentrokan terjadi, komando aparat terpecah. "Ada yang menyuruh menghentikan, tetapi ada yang terus bertindak beringas. Pernyataan Kapolda hari ini bahwa itu di luar jalur instruksi penanganan aksi massa, menurut saya, menunjukkan betapa buruknya koordinasi dalam tubuh kepolisian," ungkap Oslan.

Selain itu, menurut Oslan, aparat kepolisian juga tidak dibekali informasi intelijen yang cukup sehingga tidak antisipatif terhadap berbagai kemungkinan. Itu bisa dilihat, kata dia, dari aparat yang berjaga di dekat lokasi unjuk rasa yang tidak dilengkapi dengan tameng. (OL-3)