“Mendesak penyelidikan khusus terkait penyiksaan di Papua”

“Mendesak penyelidikan khusus terkait penyiksaan di Papua”

 

Beberapa hari lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan pengungkapan peristiwa penyiksaan yang dialami warga di Tinggi Nambut Papua, sebagaimana yang didokumentasikan lewat video Youtube. Perintah Presiden ini diisyaratkan dengan rencana pengadilan kepada lima anggota TNI Kodam XVII/Cenderawasih yang menjadi pelaku penyiksaan ke Mahkamah Militer, Jayapura, Papua pada Jumat (5/11).

Terkait peristiwa di Tinggi Nambut, Papua, hari ini KontraS bersama dengan Dewan Adat Papua menyampaikan satu alat bukti berupa testimoni salah satu korban, Anggen Pugo Kiwo yang berhasil menyelamatkan diri saat peristiwa tersebut berlangsung. Video ini penting sebagai salah satu alat bukti kuat terjadinya peristiwa penyiksaan tersebut.

Lebih jauh, KontraS memandang bahwa peristiwa penyiksaan yang terjadi di Papua merupakan pelanggaran HAM berat yang membutuhkan perhatian khusus dari Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan langsung ke tempat kejadian. Berdasarkan catatan pemantauan oleh KontraS, bahwa penyiksaan itu bukan saja terjadi di wilayah Tinggi Nambut, namun juga tercatat di beberapa daerah lain di Papua, peristiwa penyiksaan terhadap warga di Tinggi Nambut Papua merupakan peristiwa berulang dengan metode penyiksaan yang sama. Sebelumnya, seorang aktivis Yawan Manase Wayeni dibunuh setelah mengalami penyiksaan pada tanggal 13 Agustus 2009 di Serui, dan Pembunuhan Opinus Tabuni pada peringatan hari pribumi internasional, 9 Agustus 2008 di Wamena. 

Penyelidikan oleh Komnas HAM terkait peristiwa penyiksaan yang merupakan pelanggaran HAM berat menjadi hal yang signifikan di kedepankan mengingat hal ini terkait pemenuhan hak-hak korban atas keadilan. Proses peradilan yang berjalan dan diproses di tingkat mahkamah militer, adalah proses peradilan yang tidak tepat bagi pemenuhan hak-hak korban atas keadilan. Secara konteks, upaya UU peradilan militer tidak bisa diberlakukan mengingat memiliki sejumlah kelemahan; pertama, penyiksaan tidak diakomodir pengaturannya didalam KUHPM (Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer). Kedua, UU Permil sangat dominan dintervensi oleh Panglima TNI. Dengan kata lain tidak ada independensi Hakim dan aparat hukumnya. Ketiga, Mekanisme Permil tidak memberikan ruang pemantauan dan keterlibatan masyarakat dan korban secara baik (unfair).

Selain itu, penting bagi Komnas HAM untuk  segera melakukan koordinasi langsung dengan para pihak terkait perlindungan bagi saksi dalam rangka melakukan proses penyelidikan tersebut. Kesaksian korban dalam video tersebut penting untuk di lindungi, mengingat dia adalah saksi mata yang menyaksikan langsung peristiwa penyiksaan tersebut.

Jakarta, 5 November 2010

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan/KONTRAS (Sri Suparyati, Hp. 08121037976)

Anggota Penasehat Dewan Adat Papua (Markus Haluk, Hp. 085244442502)