Praperadilan atas Dugaan Penyalahgunaan Prosedur anggota Polri
terhadap Tahanan Politik di Maluku

Praperadilan atas Dugaan Penyalahgunaan Prosedur anggota Polri
terhadap Tahanan Politik di Maluku  

Senin, 8 November 2010 digelar sidang praperadilan terhadap dugaan tindakan penyalahgunaan prosedur anggota Polri di Maluku yang melakukan penangkapan sewenang-wenang, penyitaan dan penyiksaan kepada 6 orang tahanan politik di Maluku, pada Agustus lalu. Praperadilan ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri I Kota Ambon.  

Gugatan praperadilan ini diajukan berdasarkan temuan KontraS yang mendapatkan dugaan kuat atas penyalahgunaan prosedur di lapangan yang dilakukan oleh anggota kepolisian di Maluku, khususnya Wakapolsek Saparua. Hal ini tampak dari ketiadaan surat penangkapan dan pemberitahuan kepada keluarga; penggeledahan tanpa surat; penyitaan terhadap barang-barang yang tidak memiliki indikasi kuat terkait pasal yang dituduhkan; serta tindakan penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi terhadap 6 orang tersebut.  

Sepanjang proses penangkapan, penahanan serta proses interogasi, keenam orang tersebut mengalami penyiksaan yang cukup berat. Samuel Pattipeiluhu, ditendang pada bagian dagu sebelah bawah, sehingga kepalanya terbentur dinding dengan keras yang mengakibatkan pendarahan pada bagian mulut serta pada bagian dada dan rusuk kanan. Demianus Lessil, disiksa dengan cara membakar mulut/bibir dengan menggunakan korek api gas. Yunus Markus, di pukul berulang kali dibagian hidung hingga berdarah dan pada bagian kepala dan perut. Selama proses pemeriksaan pun Yunus Markus telah mengalami penyiksaan diantaranya dipukul dibagian kaki sebelah kanan dengan besi (+ 40 cm), dipukul dibagian lutut, punggung sebelah kiri, lengan sebelah kanan dan mulut. Yosep Louhanapessy,  dipukul bagian rusuk dan bagian telinga. Ishak Supusepa, dipukul dan ditampar. Fredy Tehusyarana, disiksa dengan cara memukul  dengan menggunakan kepalang tangan serta menendang pada bahagian dada dan rusuk kiri. 

Penangkapan terhadap keenam orang tersebut oleh petugas Polsek Saparua cacat formil dan materil karena telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) dan (3) KUHAP.  Terkait dengan ketidakcukupan alat bukti, Polsek Saparua tidak memiliki cukup bukti untuk melakukan penahanan terhadap Demianus Lessil, Yunus Markus dan Ishak Supusepa karena penahanan  hanya didasarkan pada alat bukti berupa (1) Kartu ICRC (2) HP dan Keterangan mereka yang berada di bawah tekanan  yang sesungguhnya tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah. 

Penggunaan pasal makar yang dituduhkan memiliki kecenderungan “pemaksaan” tanpa didasari dengan alat bukti yang kuat. Sebahagian besar penyitaan dilakukan terhadap barang-barang yang tidak memiliki kaitan kuat dengan pasal tersebut. Bahkan sebagian besar mereka ditangkap tanpa alat bukti. 

Terkait dengan fakta-fakta hukum tersebut diatas, KontraS dalam tuntutan praperadilannya manyatakan bahwa penangkapan, penahanan, pemggeledahan dan penyitaan terhadap keenam orang tersebut diatas adalah tidak sah. KontraS meminta kepada Polsek Saparua untuk mengeluarkan keenam orang tersebut dari tahanan serta mengembalikan Laptop, mesin jahit, kartu ICRC serta beberapa HP dan barang lainnya kepada keenam orang tersebut diatas. 

 

Jakarta, 9 November 2010

Sri Suparyati, SH. LLMSamson Atapary, SH
Kepala Divisi Politik Hukum dan HAM KontraSDirektur Humanum
08121037976085243051100