Menguji Pernyataan “Negara Tidak Boleh Kalah Dengan Kekerasan”

Menguji Pernyataan “Negara Tidak Boleh Kalah Dengan Kekerasan”

 

“Negara tidak boleh kalah dengan kekerasan”, demikian pernyataan tegas yang dilontarkan oleh Presiden Republik Indonesia paska peristiwa Monas, 1 Juli 2008. Pernyataan ini menjadi begitu populer karena kerap kali dikutip oleh para pembantu presiden, politikus, budayawan, akademisi, dll, ketika merespon berbagai peristiwa kekerasan yang masih banyak terjadi hingga saat ini. Namun, pernyataan tanpa diikuti dengan perbuatan adalah sia-sia. Pernyataan itu hanya akan sekedar menjadi jargon jika ternyata kekerasan masih terus dipraktekkan dan penegak hukum gagal membawa pelaku kekerasan ke meja hijau.

Dari peristiwa kekerasan yang menimpa Fujio, supir yang menjadi korban kekerasan yang diduga dilakukan oleh M. Nasir dan Mujahidin Nur Hasim pada tanggal 17 September 2010, kita dapat melihat bahwa pernyataan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono nampaknya tidak terinternalisasi dengan baik dalam diri M. Nasir. Padahal M. Nasir adalah seorang anggota DPR RI yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat, ia ditugaskan oleh partainya untuk duduk di Komisi IX, Komisi yang salah satu tugasnya mengurusi ketenagakerjaan. Selain itu di Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat ia di percaya menjadi Kepala Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ironisnya, selain diduga melakukan apa yang hendak diperangi oleh Presiden RI – yang notabenenya juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat-, korban tindak kekerasan tersebut justru berasal dari kelompok pekerja/buruh, kelompok yang seharusnya mendapat perlindungan dari dirinya, baik dalam kedudukan dia sebagai anggota DPR maupun sebagai majikan Fujio.

Untuk itu, Negara dalam hal ini Kepolisian RI tidak boleh sampai gagal menghadirkan para pelaku kekerasan ke hadapan meja pengadilan. Status sosial dan ekonomi serta politik yang disandang oleh M. Nasir tidak boleh menjadi alasan Kepolisian RI untuk tidak segera menuntaskan proses penyidikan. Belum adanya Tersangka yang ditetapkan hingga saat ini secara tidak langsung menggambarkan kinerja polisi yang tidak maksimal. Padahal pengungkapan kasus Fujio bersama beberapa kasus kekerasan lainnya (Kekerasan terhadap Tama dan teror terhadap Tempo) merupakan batu ujian bagi Irjen Polisi Sutarman diawal tugasnya sebagai Kapolda Metro Jaya.

Badan Kehormatan DPR RI yang juga telah mendapat pengaduan terkait kasus ini pun setali tiga uang. Sejauh mana proses penyelidikan dan verifikasi telah dilakukan juga tidak dapat diketahui.

Berdasarkan penjelasan di atas, Kontras dan LBH Jakarta, selaku kuasa hukum dari Fujio hendak menyampaikan hal sebagai berikut :

 Mendesak Kepolisian RI, khususnya Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk mengerahkan sumber daya yang ada secara maksimal hingga proses penyidikan dapat berjalan cepat, terukur dan transparan;
 Mendesak Badan Kehormatana DPR RI untuk segera memulai tahapan penyelidikan dan verifikasi pengaduan kasus Fujio;s
 Mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk dapat berperan aktif menjalankan kewenangannya, khususnya kewenangan yang bertujuan menjamin hak korban untuk mendapat informasi merngenai perkembangan kasus;

 

Jakarta, 14 Nopember 2010

 

Nurkholis HidayatSinung Karto
LBH JAKARTAKontraS