Pemerintah Aceh Belum Siap Antisipasi Bencana Alam

Banda Aceh, (Analisa)

Bencana banjir, angin puting-beliung, tanah longsor hingga cuaca ekstrim melanda Aceh dalam beberapa waktu belakangan ini.

Wilayah pesisir barat-selatan selalu menjadi langganan bencana banjir setiap tahun, sehingga banjir rutin sudah bisa ditebak kedatangannya, namun sejauh ini belum ada upaya apapun dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh untuk mengantisipasinya.

Poros Kemanusiaan Aceh mengungkapkan, bencana memberikan dampak yang cukup parah bagi masyarakat. Betapa tidak, puluhan hektar lahan pertanian dan perkebunan milik masyarakat rusak, aktivitas masyarakat terganggu, kebutuhan primer sulit didapat dan sebagainya.

Bukan masyarakat saja, bencana ini juga tentu merugikan Pemprov Aceh, mulai dari aset pemerintah dan publik yang rusak, perekonomian terganggu serta biaya yang besar untuk penanggulangan bencana yang bersifat sementara.

Demikian pernyataan bersama Poros Kemanusiaan Aceh kepada media, Selasa (16/11) melalui siaran persnya. Poros kemanusiaan ini merupakan, kelompok yang aktif menggalang bantuan kemanusiaan untuk bencana ini terdiri dari beberapa LSM di Aceh seperti Forum LSM Aceh, Koalisi NGO HAM, Walhi Aceh, Kontras, LBH Banda Aceh dan Suloh.

Catatan WALHI Aceh menunjukkan, dalam 3 tahun terakhir sudah terjadi 606 kali banjir, diantaranya; 170 kali di tahun 2008, 213 kali di tahun 2009, 223 kali di akhir Oktober 2010. Untuk kawasan barat diprediksikan banjir akan semakin besar diakibatkan oleh pembukaan lahan hutan menjadi perkebunan karet, sawit dan aktivitas tambang.

Salah satu contohnya adalah konversi lahan gambut Rawa Gambut menjadi perkebunan kelapa sawit. Data menyebutkan, luas Huta Rawa Tripa mencapai 61.801 ha kini hanya tinggal 31.410 hektar. Artinya hutan-hutan produktif yang mampu menyerap air sudah berkurang hingga 50 persen.

Evaluasi

Untuk itu, Poros Kemanusiaan meminta Pemprov Aceh segera melakukan evaluasi dan inventarisasi terahadap seluruh investasi-investasi maupun HGU yang ada diwilayah Barat Selatan. Karena ternyata banyak sekali peluang-peluang investasi yang justru memberikan dampak bencana.

"Tentu hal ini ironis dengan pendapatan yang diperoleh Pemerintah Aceh ketimbang biaya yang dikeluarkan untuk merehabilitasi lingkungan atau menanggulangi bencana," jelas Juru Bicara Poros Kemanusiaan, Kholilullah P, SE.

Kemudian, Pemprov Aceh harus menempatkan penanggulangan bencana sebagai skala prioritas. Perencanaan pengelolaan pembangunan dalam perspektif resiko bencana harus segera dilaksanakan dan dilakukan kajian serius terhadap ancaman dan kerentanan.

Misalnya perspektif pemerintah yang memprioritaskan tempat untuk area evakuasi bagi korban-korban bencana ketimbang membuka bumi perkemahan yang menelan biaya ratusan miliar dan justru merusak hutan. Begitu juga dengan kebijakan-kebijakan yang dilahirkan, dalam perumusannya mesti menggunakan mainstream sensitif bencana.

Apalagi setidaknya ada 4 aturan yang bersentuhan dengan kebencanaan yang sedang dalam pembahasan, yaitu Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah, Qanun Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Qanun Penanggulangan Bencana Aceh serta Qanun Badan Penanggulangan Bencana Aceh.

"Seperti nasehat orang tua, jangan sampai kita jatuh ke lubang yang sama seperti keledai," ujar Kholil. (irn)