Pengadilan Tolak Permohonan Praperadilan Tapol RMS

Ambon – Majelis Pengadilan Negeri (PN) Ambon menolak permohonan praperadilan tahanan politik (Tapol) RMS, Demianus Lesil Cs, dalam sidang Selasa (16/11).

Lesil Cs mengajukan praperadilan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) cq Presiden Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) cq. Kepolisian Daerah (Polda) Maluku cq. Kepolisian Resort (Polres) Pulau Ambon dan Pp. Lease cq. Kepolisian Sektor (Polsek) Saparua.

Sidang dipimpin hakim Sunggul Simanjuntak itu dihadiri kuasa pemohon praperadilan, yang dikuasakan kepada masing-masing Sri Suparyaty (LSM Kontras), M. Taha Latar, Samson Atapary, Daniel Nirahua, Yohanes Balubun, Charles Litaay, Ronald Salawane, Sarchy Sapury dan Mesakh Matital. Sedangkan pihak termohon dikuasakan kepada AKP George Siahaija, Bripka Vilky Souhuwat, Briptu Bobby Risakotta dan Briptu James Lekatompessy.

Dalam putusannya, hakim mengatakan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya dan membebankan biaya perkara kepada pemohon. Usai membacakan putusan, perwakilan Kontras, Sri Suparyati mengatakan tidak puas dengan putusan hakim karena dalam pertimbangan, hakim tidak menyentuh proses penahanan dan penangkapan yang jelas-jelas in prosedural.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam permohonannya, pemohon mengajukan pemeriksaan praperadilan atas pelangaran-pelanggaran berupa hak asasi pemohon dan tidak terpenuhinya syarat formil dan materil penangkapan dan penahanan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 16, pasal 17, pasal 18, pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 38 dan pasal 39 KUHP yang telah dikenakan atas pemohon yang dilakukan oleh Polri.

Adapun alasan-alasan pemohon ajukan praperadilan adalah menyangkut dengan fakta-fakta hukum dalam proses penangkapan yang dilakukan termohon terhadap pemohon, yakni Demianus Lesil, Samuel Pattipeiluhu, Yunus Markus, Yosep Louhenapessy, Ishak Supusepa dan Fredi Tuhusiarana pada 11 Agustus 2010 pukul 02.30 WIT dini hari oleh Wakil Kapolsek Saparua Iptu Frans Siahaya terbukti cacat formil karena telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) KUHP yang menyatakan, pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.

Pemohon mengatakan, proses penangkapan yang dilakukan termohon terbukti telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan pasal 18 ayat (3) KUHP yang menyatakan, "tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan".

Berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah diuraikan di atas, terbukti penangkapan dan penahanan yang dilakukan Polsek Saparua cacat materil.

Disebutkan, akibat perbuatan sewenang-wenang dalam melakukan penangkapan atau penahanan terhadap pemohon telah menimbulkan kerugian baik materil maupun in meteril.

Kuasa pemohon mengatakan, berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, mohon kiranya segera diadakan sidang praperadilan terhadap termohon sesuai dengan hak-hak pemohon sesuai dengan pasal 79 jo pasal 78 jo pasal 77 KUHP.

Kuasa pemohon meminta kepada hakim pada waktu pemeriksaan praperadilan ini, mohon para pemohon materil dipanggil dan dihadapkan dalam persidangan praperadilan dan didengar keterangan-keterangannya. Kepada penyidik diperintahkan untuk membawa berkas-berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan alat-alat bukti pemohon I-IV diantaranya kartu ICRC, HP, koper, laptop, dan mesin jahit ke dalam sidang dan menyerahkan kepada hakim pra peradilan.

Kuasa pemohon juga meminta agar pengadilan dalam memutuskan perkara praperadilan menerima dan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya, menyatakan penangkapan terhadap diri para pemohon oleh termohon tidak sah, menyatakan penahanan terhadap diri para pemohon oleh termohon tidak sah, menyatakan pengeledahan yang dilakukan termohon atas diri pemohon di rumah-rumah pemohon adalah tidak sah.

Menyatakan penyitaan atas semua barang bukti yang dimiliki para pemohon tidak sah sesuai pasal 38 jo pasal 39 ayat (1) KUHP. Menghukum termohon untuk mengeluarkan para pemohon dari tahanan, menghukum pemohon untuk mengembalikan laptop, mesin jahit, kartu ICRC serta beberapa HP dan barang bukti lainnya kepada pemohon terkait.

Menghukum termohon untuk membayar ganti rugi berupa kerugian materil dan in materil. Meminta termohon merehabilitasi nama baik para pemohon di media baik nasional maupun lokal. (S-32)