Draft Revisi Perpres Kompolnas Baru Tidak Akan Mampu Menjawab Persoalan Akuntabilitas Polri

Draft Revisi Perpres Kompolnas Baru Tidak Akan Mampu Menjawab Persoalan Akuntabilitas Polri

KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mendukung penuh agenda penguatan institusional Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional), namun pesimis melihat draft Revisi Perpres No. 17 Tahun 2005 yang segera diteken oleh Presiden. Draft Perpres tersebut tidak menjawab kebutuhan publik akan peran Kompolnas sebagai badan pengawas (oversight) efektif Polri.

KontraS selalu mendukung terbentuknya suatu badan pengawas independen yang bisa membantu Polri dalam mewujudkan akuntabilitas institusional dan personelnya. Problem akuntabilitas ini penting mengingat dalam satu tahun belakangan ini sangat terlihat gamblang mekanisme internal Polri tidak bisa menuntaskan pertanyaan publik akan problem penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh suatu personel Polri. Problem kriminalisasi petinggi KPK, kasus penganiayaan Aan Susandhi di kantor Artha Graha (yang bahkan telah dikonfirmasi oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan), penanganan mafia kasus Gayus Tambunan, penanganan rekening gendut para Pati di Mabes Polri, dan lainnya membuktikan hal tersebut. Di saat yang bersamaan Kompolnas juga mempublikasikan kinerja mereka bahwa dari ribuan kasus yang ditransmisi dari para pengadu (korban penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan personel Polri) hanya kurang dari 25% nya yang mendapat respon dari pihak Polri dan dari jumlah itu hanya 5% yang bisa terselesaikan. Temuan serupa juga dialami oleh Komnas HAM yang juga memiliki peran serupa sebagai transmitor pengaduan dari korban.

Harapan penguatan Kompolnas sebagai suatu badan pengawas eksternal sempat mencuat ketika Presiden SBY secara personal menyatakan komitmenya untuk hal tersebut. Namun terlihat draft Revisi Perpres tersebut tidak sesuai dengan komitmen tersebut. Draft Perpres tersebut tidak memodifikasi Kompolnas sebagai badan pengawas eksternal, namun meneguhkan Kompolnas sebagai sekedar badan konsultatif urusan pemolisian kepada Presiden atau Polri. Padahal sudah terbukti mandat Kompolnas tersebut yang didasari oleh UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak efektif. Dalam pemilihan Kapolri  kemarin, nampak jelas peran Kompolnas disisihkan oleh keputusan personal Presiden. Sementara itu kebijakan-kebijakan strategis pemolisian masih dipegang penuh oleh Mabes Polri tanpa kontribusi yang berarti dari Kompolnas. Dari draft revisi Perpres ini terlihat jelas adanya disorientasi peran dan fungsi Kompolnas yang seharusnya ditempatkan sebagai badan pengawas eksternal namun dibawa hanya sebagai lembaga konsultatif belaka.

Berdasarkan pengalaman tersebut jelas dibutuhkan suatu badan pengawas eksternal yang bisa memiliki kewenangan efektif dalam menindaklanjuti suatu pengaduan. Badan serupa juga telah di bentuk di berbagai negeri demokrasi untuk memantapkan prinsip akuntabilitas dalam pemolisian. Selain itu dari berbagai instrumen HAM yang telah diratifikasi Indonesia (khususnya Kovenan Hak-Hak Sipil-Politik dan Konvensi Anti Penyiksaan) secara eksplisit dan implisit mensyaratkan kehadiran suatu badan pengawas eksternal independen untuk melengkapi suatu mekanisme pengawasan internal institusi kepolisian.

Secara umum suatu badan pengawas eksternal bisa efektif mewujudkan akuntabilitas Polri adalah badan yang bisa melakukan suatu investigasi perkara berangkat dari pengaduan yang diterima oleh korban atau saksi. Sejauh ini Kompolnas lebih berperan sebagai “tukang pos” di mana hanya mentransmisikan ’pengaduan dan respon’ dari pihak pelapor dan kepolisian. Peran ideal suatu badan pengawas eksternal pemolisian lainnya adalah terintegrasi dalam proses penegakan hukum khusus bagi kasus-kasus yang diduga merupakan penyalahgunaan kekuasaan oleh suatu personel kepolisian. Sementara itu struktur ideal badan ini menunjukan komposisi komisioner yang berasal dari kalangan independen.

Model ideal suatu badan pengawas ekternal juga membutuhkan kerangka hukum yang lebih kuat, dalam hal ini aturan setingkat undang-undang. Untuk itu revisi UU No. 2/2002 tentang Polri lebih merupakan solusi problem tidak akuntabelnya institusi Polri belakang ini. Revisi Perpres Kompolnas ini tidak akan mampu menjawab tantangan tersebut. Sudah seharusnya berbagai pihak (agensi negara) berani untuk melakukan terobosan tulen agar akuntabilitas Polri bisa terwujud.

Jakarta, 22 November 2010
Badan Pekerja,

 

Haris Azhar Papang Hidayat
KoordinatorKabiro Litbang

Lampiran :
Mekanisme Pengawasan Eksternal (External Oversight) dan Kompolnas