SOLIDARITAS KORBAN PELANGGARAN HAM PAPUA: “PAPUA TRA LUPA”

SOLIDARITAS KORBAN PELANGGARAN HAM PAPUA
(Bersatu Untuk Kebenaran (BUK), IKOHIK2N- Papua, KontraS Papua, Foker LSM, SKP KC Fransiskan Papua, KPKC Sinode GKI, ElsHAM Papua, PMKRI, AMPTPI, Pront Pepera, Garda-Papua, Parjal, KNPB)


Siaran Pers
PAPUA TRA LUPA”

Peristiwa Abepura 7 Desember 2000, berawal dari penyerangan Polsek Abepura oleh kelompok tak dikenal dan kebakaran ruko yang terletak di Lingkaran Abepura, pukul 02:00 WP (dini hari waktu Papua). Penyerangan tersebut menggunakan atribut-atribut yang menjadi cirri khas masyarakat Pegunungan Tengah Papua dan melegitimasi tindakan brutal dan tak berperikemanusiaan aparat terhadap penduduk sipil. Akibat penyerangan tersebut seorang Polisi dibunuh dan 2 lainnya luka-luka.

Dalam rangka mengejar pelaku penyerangan aparat satuan Brimob melakukan penyisiaran brutal ke beberapa asrama Mahasiswa (Ninmin, Ikatan Mamahasiswa Ilaga, Yapen Waropen dan Pemukiman masyarakat Pegunungan tengah Papua antara lain: Kampung Butong Skylend, Jalan Baru Kotaraja dan Abepantai).Tanpa melalui prosedur hukum misalnya penyelidikan dan mencari tersangka pelaku utama, jajaran kepolisian dalam hal ini BRIMOB langsung mengadakan penysisiran, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, pembunuhan kilat, penahanan tanpa melalui prosedur hukum dan kematian dalam tahanan. Perbuatan aparat Kepolisian tersebut menimbulkan korban sebanyak 105 orang. Dari jumlah tersebut, 3 orang meninggal dunia (Elkus Suhuniap penembakan kilat saat penyisiran, Jonny Karunggu dan Ory Ndoronggi meninggal di sel Polresta Jayapura dan 7 orang meninggal dunia akibat penyiksaan yang dialaminya.

Kasus Abepura masuk dalam kategori “Pelanggaran HAM Berat” berdasarkan hasil penyelidikan KPP HAM Papua. Sesuai amanat UU 26 th 2000 tentang pengadilan HAM permanen, maka kasus Abepura telah disidangkan di Pengadilan HAM Makassar pada 08-9 November 2005. Proses persidangan sangat lambat dan tertutup sehingga terjadi ada pembicaraan-pembicaraan atau sidang sandiwara antar Hakim, JPU dan Pelaku.

Dua terdakwa utama yang dihadirkan yaitu: Komisaris Polisi Daud Sihombing dan Kepala BRIMOB Papua Johny Wainal Usman. Keputusan hakim membebaskan kedua terdakwa, (Impunitas) memberikan pemulihan nama baik, serta memberikan promosi jabatan oleh Negara dan kepada para korban di cap sebagai separatis dan tidak memberikan reparasi bagi korban.

Negara masa bodoh, terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua di antaranya ( Kasus Biak Berdarah 1998; Kasus Abepura 7 Desember 2000; Wasior 13 Juni 2001; Wamena Berdarah 6 Oktober 2000 dan 4 April 2003; Pembunuhan Theys H. Eluay dan hilanganya Aristoteles Masoka pada 10 November 2001; Kasus Abepura, 16 Maret 2006, Kasus penembakan terhadap Opinus Tabuni 9 Agustus 2008. Dari sekian banyak kasus tersebut hanya Abepura 2000, yang telah di sidangkan di Pengadilan HAM Makassar. Sementara nasib kasus wasior dan Wamena proses hukumnya mandek masih terjadi tarik ulur oleh Kejaksaan Agung dan Komnas HAM Jakarta. Pada hal status kedua kasus tersebut masuk dalam kategori Pelanggaran HAM Berat, sesuai hasil penyelidikan Komnas HAM.

Situasi di Papua saat ini represif militer terus terjadi dengan pola-pola kekerasan aparat TNI & Polri terhadap rakyat sipil di Tanah Papua semakin meningkat dengan pembungkaman ruang demokrasi. Dengan cara penyisiran, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, pembunuhan, penahanan tanpa melalui prosedur hukum dan kematian dalam tahanan. Tidak ada akses kesehatan dan masih terus terjadi penyiksaan dalam penjara terhadap para Tapol dan Napol asal Paua se Indonesia. Contoh: Filep Karma, Ferdinan Pakage, Seby Sambom, Ardi Sugumold dan Maikel Heselo).

Kasus pemindahan paksa terhadap Filep Karma dan Bucthar Tabuni Cs ke tahanan Polda Papua, pada 3 Desember pukul 22:00 WP. Karena dituduh sebagai pemicuh di LP Abepura. Kalapas Abepura, Departemen hukum dan HAM dan Polda Papua tidak memberikan alasan tertulis kepada Publik tentang pemindahan Filep Karma dan Bucthar Tabuni Cs, bahkan akses mereka ke Polda Papua tertutup. Karena keluarga dan kerabatnya untuk besut dipersulit. Departemen hukum dan HAM dan Kalapas Abepura tidak punya niat baik untuk menyelesaiakan persoalan ini sehingga mereka serahkan kepada Polisi, akibatnya yang jadi korban adalah Filep Karma dan Bucthar Tabuni Cs. Siapa yang bertanggung jawab terhadap kesehatan Filep Karna? Karena di dalam keadaan terapi/baru sembuh sakit. Sementara pak Karma melakukan aksi mogok makan dari sejak tanggal 4 Desember 2010.

Untuk itu, kami yang tergabung dalam Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Papua (SKPHP) Mendesak:

1. KEPADA PEMERINTAH UNTUK PENUHI HAK-HAK KORBAN

2. MENDESAK KEPADA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNTUK SEGERA MENYELESAIKAN KASUS PELANGGARAN HAM BERAT WASIOR DAN WAMENA.

3. KEPADA GUBERNUR PAPUA, DPRP DAN MRP UNTUK MENDORONG EVALUSI RESMI ATAS KEBIJAKAN KEAMANAN DI PAPUA.

4. KEPADA KALAPAS ABEPURA, DEPARTEMEN HUKUM & HAM DAN POLDA PAPUA SEGERA KEMBALIKAN KAN FILEP KARMA DAN BUCTHAR TABUNI Cs KE LAPAS ABEPURA

5. KEPADA KAPOLDA PAPUA UNTUK SEGERA MENINDAK LANJUTI PROSES HUKUM ATAS KASUS HILANGNYA ARISTOTELES MASOKA DAN PENEMBAKAN TERHADAP OPINUS TABUNI

6. SEGERA MEMBENTUK PENGADILAN HAM DI PAPUA, SESUAI MANDAT UU OTONOMI KHUSUS PAPUA.

Jayapura, 7 Desember 2010

Hormat Kami,

Peneas Lokbere
Koordinator Umum
(081248401472)