Kontras Kecewa Revisi UU Peradilan Militer Tak Masuk Prolegnas

TEMPO Interaktif, Jakarta – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kecewa karena rancangan revisi Undang-Undang Peradilan Militer tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011. Revisi UU Peradilan Militer ini merupakan alat yang bisa menjerat tindak kesewenang-wenangan militer yang terjadi selama ini. "Ini agenda dari reformasi militer dan peradilan," ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar hari ini di kantornya, Minggu 19 Desember 2010.

Menurut Haris, praktek peradilan militer sampai saat ini masih banyak menimbulkan kontroversi. "Karena jika kita masih menggunakan Undang-Undang No.31 tahun 1997 (tentang Peradilan Militer), anggota militer tidak akan bisa diseret ke pengadilan HAM, pengadilan korupsi dan pengadilan hukum lainnya," ujarnya. Dampaknya, peradilan militer menjadi peradilan yang tertutup dari pengawasan publik. "Padahal pidana yang dilakukan pidana terhadap publik."

Haris mencontohkan beberapa kasus yang sampai saat ini tak jelas ujungnya. "Misalnya kasus Alas Tlogo dan penyiksaan di Papua yang videonya tersebar luas di Youtube." Jika revisi undang-undang ini tak segera disahkan, Kontras pesimis peradilan militer akan mampu mengungkap tuntas kasus-kasus yang melibatkan anggotanya.

 

Alasannya, "Hakim peradilan militer itu maksimal bintang satu, bagaimana mungkin mengadili kasus yang membutuhkan pertanggungjawaban pejabat yang posisinya diatas hakim," kata dia. Selain itu, posisi peradilan militer yang berada dibawah binaan Markas Besar TNI Cilangkap juga rawan dengan konflik kepentingan.

Haris menuding, tidak masuknya revisi UU ini karena ada kepentingan militer yang enggan mempertanggungjawabkan kesalahannya di muka publik. "Dengan tidak disahkannya RUU ini tentu yang paling diuntungkan adalah militer," tuturnya. Ini menjadi bukti adanya gerakan pro status quo dalam militer. "Padahal, agenda revisi ini sudah ada sejak lima tahun silam."

 

FEBRIYAN