Kontras: 2010, Tahanan Politik Diperlakukan Buruk

TEMPO Interaktif, Jakarta – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat tahun ini polisi banyak menangkap orang yang diduga berafiliasi dengan gerakan separatisme di Maluku (Republik Maluku Selatan) dan Papua (Organisasi Papua Merdeka).

Dalam penangkapan itu, kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, Kontras menemukan banyak hal yang menyimpang. Dari hasil laporan keluarga dan investigasi Kontras, diketahui banyak prosedur penangkapan yang salah.

"Tidak ada surat penangkapan, ada kekerasan berupa penyiksaan, dan perlakuan buruk lainnya selama masa penahanan para tahanan politik, baik di Maluku maupun Papua," kata Haris dalam diskusi "Catatan Akhir Tahun Kontras atas Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia Sepanjang 2010" di Jakarta, Selasa (28/12).

Perlakuan buruk yang dimaksud adalah pembatasan akses keluarga untuk menjenguk para tapol, minimnya akses masyarakat dan kuasa hukum untuk menjenguk tahanan, serta buruknya kondisi tahanan dan pelayanan kesehatan selama di penjara. Hal itu, kata Haris, masih ditambah oleh adanya penyiksaan dalam tahanan kepada para tahanan.

Haris menyebut soal tahanan OPM, Filep Karma, yang memang pernah diizinkan berobat ke Jakarta. Namun perlakuan serupa tidak diterima tahanan RMS, Yusuf Sipakoli. Yusuf meninggal akibat lambannya respon aparat terhadap kondisi kesehatan Yusuf yang menurun.

Kontras mencatat, sepanjang 2010 ada 34 orang tapol Papua. Mereka ditahan di berbagai lembaga permasyarakatan, seperti Abepura, dan Biak. Sedangkan di Maluku, Kontras mencatat ada 83 orang berstatus tapol. Mereka tersebar di berbagai lapas, salah satunya Lapas Semarang, Jawa Tengah.

Isma Savitri