Kontras: Pelaku Tak Cukup Diadili di Peradilan Militer

TEMPO Interaktif, Jakarta – Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mendesak kasus kekerasan terhadap warga Papua yang dilakukan TNI diproses melalui pengadilan hak asasi manusia. 

Pernyataan ini menanggapi kasus kekerasan terhadap warga Papua oleh TNI yang rekaman kasusnya tersebar di internet. TNI, seperti kata Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, menyatakan kasus kekerasan di Papua tidak masuk kategori pelanggaran HAM. 
 
Dia mengatakan, para pelaku tidak cukup hanya diproses di Pengadilan Militer. "Pengadilan Militer hanya menghukum tindakan indisipliner, tapi penyiksaannya belum dihukum," kata Haris ketika dihubungi, Ahad (2/1).
Dalam Kitab Hukum Pidana Undang Undang Militer, kata Haris, tidak mengatur delik penyiksaan. Pengadilan Militer juga hanya mengadili perilaku indisipliner saja. "Ini harus masuk Pengadilan HAM," katanya. 
Haris menuturkan, dalam video itu terlihat jelas bahwa tindakan itu penyiksaan. Meski tentara beralasan bahwa itu untuk menginterogasi gerakan separatis di Papua, kata Haris, itu tetap tak dibenarkan.
Menurut Haris, kekerasan tidak boleh dilakukan ketika mereka tidak bersenjata. Dalam video itu, para korban tidak terlihat membawa senjata. "Mereka kan tidak mengancam jiwa," ujarnya sembari mengingatkan bahwa Indonesia sudah meratifikasi konvensi anti kekerasan. 
Bagi Haris, Pengadilan HAM merupakan langkah terbaik dalam penyelesaian kasus ini. Dia berharap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera menyelidiki kasus ini. 
Hanya saja, kata Haris, Komnas HAM tidak banyak melakukan terobosan dalam menangani kasus seperti ini. "Komnas HAM mandul soal kekerasan Papua ini," ujarnya.
EKO ARI WIBOWO