Rp.1000 untuk Pemulangan TKI Terlantar di Kolong Jembatan di Saudi Arabia
Hingga hari ini, genap 3 bulan sudah sekitar 200 buruh migran Indonesia terlantar di kolong jembatan di Saudi Arabia dan dalam kondisi yang memprihatinkan. Dengan segala keterbatasan, mereka, terutama para perempuan dan anak-anak bertahan untuk hidup di tengah ketidakpedulian pemerintah terhadap nasib mereka.
Mereka tidur di trotoar dalam dingin hanya dengan beralaskan tikar dan setiap hari menanti uluran tangan siapapun untuk sekedar makan.Negara yang secara konstitusional memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya, terbukti tidak memiliki rasa kemanusiaan untuk menjalankan kewajiban konstitusional tersebut untuk melindungi TKI yang terlantar di kolong jembatan. Hingga kini tidak ada upaya untuk mobilisasi anggaran untuk pemulangan mereka.
Hal ini berbanding terbalik dengan anggaran studi banding anggota DPR RI atau anggaran presiden SBY untuk kunjungan ke luar negeri.Karena hingga kini tidak ada komitmen dari negara untuk melindungi dan memulangkan mereka yang terlantar di kolong jembatan, maka kami dari koalisi masyarakat sipil mengambil inisiatif untuk menggalang dana. Kami mengajak masyarakat untuk bergabung dalam “RP.1000 untuk pemulangan TKI”. Estimasi biaya pemulangan 200 TKI hanyalah Rp. 1,7 Milyar. Biaya ini hanyalah 0,9% dari anggaran presiden SBY untuk kunjungan ke luar negeri yang mencapai Rp. 179 Milyar.
Ironinya lagi, setiap tahun TKI menyumbangkan PNBP (Penghasilan Negara Bukan Pajak) sebesar RP. 600 Milyar dari biaya perlindungan $15 yang dibayarkan setiap akan berangkat. Selain itu, tahun 2010, TKI juga menyumbangkan devisa dari keringat mereka sebesar $7,1 Milyar.Kami mengajak partisipasi masyarakat untuk ikut membantu pemulangan TKI yang memang sangat membutuhkan uluran tangan karena pembiaran oleh negara. Partsipasi masyarakat dapat disalurkan melalui rekening Yayasan Migrant CARE, No 908.01.01086.00.3, Bank CIMB Niaga Rawamangun Jakarta Timur. Dana yang terkumpul akan kami informasikan kepada masyarakat secara transparan.
Jakarta, 12 Januari 2011