Penyerangan Warga Ahmadiyah Cikeusik Versi Kontras

INILAH.COM, Jakarta – Kontras menilai polisi yang berada dilokasi penyerangan warga Ahmadiyah di Cikeuesik, Pandeglang Banten hanya berdiam diri melihat- saja tanpa adanya pertolongan.

Berikut kronologis penyerangan jamaah Ahmadiyah Cikueusik, versi Kontrans.

Minggu, 6 Februari 2011. Sekitar pukul 10 pagi. Massa diperkirakan berjumlah 500 orang menyerang lokasi Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang. Terjadi adu lempar. Terjadi perlawanan. Korban berjatuhan dari pihak Ahmadiyah. Ada tiga orang yang tewas dan sejumlah korban luka serius kini dievakuasi ke rumahsakit Serang.

"Sebelum peristiwa ini, sabtu (5/2) sekitar pukul 09.00 Wib Polisi dari Polres Pandeglan menangkap Parman (Mubalik Ahmadiyah Pandeglan), istrinya dan Tatep (Ketua pemuda ahmadiyah)," ujar Koordinator Kontras Haris Azhar melalui rilis yang diterima INILAH.COM, Minggu (6/2/2011).

Parman adalah mubaligh Ahmadiyah kelahiran Cikesuik sementara Tatep ketua Pemuda Ahmadiyah Cikesuik. Polisi membawa mereka ke Polres Padeglang dengan alasan ingin meminta keterangan atas statu imigrasi istri Parman yang berkewarganegaraan Piliphina. Hingga kini ketiga warga Ahmadiyah tersebut masih berada ditahan di Polres Padeglang.

Karena penahanan ini, warga Ahmadiyah Cikeusik diungsikan ke rumah keluarga Parman, desa seberang Umbulan. Warga Ahmadiyah berjumlah 25 orang, mayoritas orang tua dan anak-anak

Berdasarkan informasi penahanan ini, menurut Haris, pemuda- pemuda Ahmadiyah dari Jakarta dan Serang pergi menuju Cikeusik untuk melakukan pengamanan terhadap warga Ahmadiyah yang masih menetap di Cikeusik. Mereka tiba sekira pukul 8 pagi keesokan harinya, 6 Februari. Mereka berjumlah 18 orang [plus 3 orang warga Cikeusik]. Mereka kemudian berjaga-jaga di rumah Parman.

Pada saat itulah ada 6 petugas polisi dari reserse kriminal datang ke lokasi. Diperkirakan pukul 9 pagi, datang satu mobil pick-up kijang polisi dan dua truk Dalmas [pengendali massa]. Mereka sarapan pagi bersama dan mengobrol dengan warga Ahmadiyah. Ada dialog antara warga Ahmadiyah dan Polisi, Polisi minta mereka untuk segera meninggalkan lokasi dan tidak melakukan perlawanan jika ada serangan.

Atas desakan polisi, warga Ahmadiyah menolak, lalu perwakilan Polisi meninggalkan lokasi karena menerima telepon.

"Pada pukul 10 pagi, massa dari arah utara terus mendatangi lokasi warga Ahmadiyah. Mereka berteriak-teriak sambil mengacungkan golok. “Ahmadiyah hanguskan!” “Ahmadiyah bubarkan” “Polisi minggir! Kami yang berkuasa di sini!” kata dia.

Polisi di sekitar lokasi mendiamkan saja. Saat mereka mendekati halaman rumah Parman, wakil Ahmadiyah bernama Deden Sujana yang berjaga-jaga berusaha menenangkan massa. Namun massa makin beringas. Terjadi pemukulan terhadap Deden. Saat itu 21 jamaah Ahmadiyah yang bertahan keluar dari rumah, dan massa sempat mundur.

Namun gelombang massa kian besar dari arah belakang. Serangan makin massif. Serangan ini diperbesar kemudian dari arah selatan. Saksi di TKP memperkirakan jumlah penyerang berjumlah 1500 orang.

"Seorang saksi mata mengatakan: “Kita bertahan. Terjadi hujan batu. Mereka makin mendesak. Kita terpojok. Kita masuk ke sawah. Kita bubar. Kita dikejar. Dipukulin.” kata dia.

Penyerangan berusaha mengejar anggota Ahmadiyah. Yang tertangkap di sawah-sawah ditelanjangi kemudian dipukuli secara brutal bersama-sama. Mereka yg di tangkap adalah Rony, Mulyadi, Tarno dan Masruddin. Massa menyerang warga ahmadiyah dengan senjata tajam : golok, pedang dan tombak. Batu-batu juga digunakan untuk memukul korban. Warga Ahmadiyah yang bisa melarikan diripun menerima banyak luka senjata tajam dan memar.

Penyerang terus memukuli warga Ahmadiyah yang tertangkap, satu orang berhasil melarikan diri. Tiga warga Ahmadiyah tewas di lokasi penyerangan. Sebagian besar tubuh mereka penuh sayatan dan tusukan golok, wajah rusak, luka lebam. [mvi]