Peristiwa Talangsari Cermin Kejadian Ahmadiyah Cikeusik

JAKARTA–MICOM: Sejumlah warga yang berasal dari Lampung menyambangi kantor Kontras untuk memperingati 22 tahun tragedi Talangsari yang menelan korban ratusan warga setempat.

Kejadian Talangsari bermula di tahun 1989, ketika sebuah kelompok pengajian di Way Jepara, Talangsari, Lampung yang sering disebut sebagai jemaah Warsidi dianggap pihak militer sebagai kelompok separatis.

Kelompok tersebut lantas dituding sebagai kaum yang ingin mendirikan negara islam (NII) dan anti-Pancasila.

Namun, pada saat itu, sikap represif dari pihak militer yang berasal dari Korem Garuda Hitam 043 menimbulkan korban 130 orang tewas, pengusiran paksa 77 orang, perampasan kemerdekaan 53 orang, penyiksaan 46 orang serta penganiayaan sekurang-kurangnya 229 orang. Pada saat itu Korem Garuda Hitam dipimpin oleh Kolonel AM Hendropriyono.

Kasus tersebut sebenarnya sudah pernah diselidiki oleh KomnasHAM dengan dasar investegasi mengacu pada UU No 39 tahun 1999. Namun karena beberapa kesulitan seperti penolakan purnawirawan TNI dalam memenuhi panggilan sebagai saksi, kasus ini menjadi mandul penyelesaiannya.

Kini, belasan warga eks Talangsari kembali berkumpul dan mengenang kerabat serta teman-teman mereka yang telah tiada. Didampingi Kontras, Setara Institute dan ICTJ, warga melakukan diskusi terbuka dengan tema "peluang kita memperbaiki wajah kebebasan beragama."

"Kalau dari segi pendekatan, Talangsari berbeda dengan kejadian Ahmadiyah kemarin, walau sama-sama mengenai kebebasan beragama. Talangsari pelanggaran HAM berat, kejadian Ahmadiyah, belum bisa dikatakan berat, walaupun dari bukti saya yakin itu pelanggaran HAM berat," ujar Usman Hamid, Wakil Dewan Federasi Kontras.

"Peristiwa Talangsari cenderung lebih massif dan dilakukan oleh militer, sedang Ahmadiyah oleh kelompok massa yang mengacu pada fatwa dan SKB. Bukan mustahil ke depannya Ahmadiyah akan seperti Talangsari." (*/OL-9)