Teror Paket Bom untuk Ciptakan Ketakutan Kolektif

Meski paket bom ditujukan kepada individu, namun aksi teror itu lebih bertujuan untuk menciptakan ketakutan kolektif. Tujuan itu mudah dicapai lantaran aparat keamanan tidak maksimal menjalankan tugasnya.

"Siapa pun pelakunya pasti ingin menciptakan ketakutan, kita terus melawan rasa takut itu," kata Ketua Badan Pekerja, Komisi untuk untuk Orang Hilang dan Korban (Kontras), Harry Azhar dalam peringatan hari jadi Kontras di Jln. Borobudur, Jakarta, Minggu (20/3).

Menurutnya, ketakutan yang dirasakan masyarakat merupakan dampak dari kurangnya perlindungan pemerintah, dalam hal ini aparat keamanan. Bila aparat keamanan bertindak, seharusnya aksi teror demikian dapat diantisipasi jauh-jauh hari.

Ketakutan ini dipicu ledakan paket bom buku yang ditujukan kepada Ulil Absar Abdallah (tokoh JIL) pada Selasa (15/3). Ledakan yang terjadi juga mengakibatkan putusnya telapak tangan kiri Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Jakarta Timur, Kompol Dodi Rahmawan, yang berusaha menjinakkannya.

Beberapa jam kemudian, paket yang dicurigai sebagai bom tiba di Kantor BNN dan kediaman tokoh ormas Pemuda Pancasila. Tiga hari berikutnya paket serupa juga diterima oleh musisi Ahmad Dani.

Sementara dalam dua hari terakhir, paket yang mencurigakan yang dilaporkan ditemukan di Pondok Indah, Condet, Tanah Abang, Jl Mendawai, Jagakarsa, Bandara Soekarno-Hatta, Gedung DPR, Bintaro, Menara BCA Tangerang Selatan, Cibubur dan Cilandak.

Sementara itu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menegaskan tuduhan yang mengarah pada Islam radikal sebagai dalang di balik merebaknya bom itu sebagai tuduhan yang serampangan.

"Saya kira tuduhan ini sangat serampangan. Karena sampai sekarang, tidak ada bukti apapun kecuali ada barang, ada paket lalu ada bom yang beberapa itu memang terbukti. Tapi beberapa lainnya juga tidak terbukti bom. Tapi mengapa kok buru-buru dialamatkan kepada apa yang disebut Islam radikal," ujar juru bicara HTI, Ismail Yusanto ketika ditanya tentang praduga Islam radikal di balik maraknya paket bom. "Jadi sekali lagi, ini tuduhan yang sangat serampangan, mestinya pemerintah melalui intelijen dan polisi-polisi itu betul-betul segera meneliti atau siapa ini pengirimnya," ungkapnya.

Ismail menambahkan, sangat tidak elok jika sedikit-sedikit ada peristiwa paket bom, praduga selalu diarahkan pada kelompok Islam.

"Sebab kalau diberlakukan maka bisa saja orang juga menuduh bahwa ini sebenarnya dibikin sama pemerintah sendiri untuk menutupi kasus-kasus yang ada misalnya, tudingan dari WikiLeaks, kasus rekening gendut polisi dan sebagainya. Itu sampai sekarang tidak ada tindak lanjut apa-apa," tegasnya.

"Itu menurut saya kepolisian segera ungkap siapa pelakunya. Dan itu akan menghentikan seluruh spekulasi. Lagi pula apa kepentingannya kelompok garis keras itu menebarkan bom semacam itu, dari sisi sasarannya juga tidak jelas ‘kan?" tegasnya.