Hentikan Kriminalisasi Petani Toili

VHRmedia, Jakarta – Solidaritas Petani Toili mendesak Mabes Polri meninjau kembali kasus kriminalisasi terhadap petani Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Lebih dari sepuluh tahun penyelesaian hukum perampasan tanah petani di Toili belum tuntas.

"Kami menilai pemerintah tidak mampu memberikan solusi konkret dan nyata untuk menyelesaikan penyerobotan tanah petani Toili oleh PR Kurnia Luwuk Sejati dan PT Berkat Hutan Pusaka. Sebaliknya, pemerintah melalui aparat kepolisian dan pengadilan justru mengkriminalkan para petani dan pendampingnya," kata Syahrudin Ariestal, pendamping petani Toili, di kantor Kontras Jakarta, Senin (28/3).

Sejak Februari hingga Maret 2011 perwakilan petani Toili mencari keadilan di Jakarta. Mereka telah mendatangi Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Mabes Polri, Komisi Yudisial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk meminta keadilan.

"Saat ini petani di Toili hidup dalam ketidakpastian hukum. Mereka terancam terusir selamanya dari tanah, sawah, dan ladang. Jika pemerintah masih tetap diam, saya tidak yakin petani ini bisa bertahan," kata Syahrudin.

Besok para petani bersama Kontras dan Walhi Eksekutif Nasional akan berunjuk rasa di depan Istana Negara. Mereka mendesak Presiden memerintahkan kementerian terkait menghapus izin usaha PT KLS dan PT BHP di Toili. "Kami akan mendesak Presiden mencabut usaha PT KLS yang terus menggusur petani dari tanahnya. Jika tidak ada tanggapan, kami bergerilya merebut hak atau menduduki perusahaan itu," kata Muh Arif, petani Toili.

Konflik penguasaan lahan masyarakat Desa Piondo dan Desa Bukit dengan PT BHP berlangsung sejak 1990-1991. Saat itu  perusahaan mulai mengukur areal Hutan Tanaman Industri yang dikuasai secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat.

PT BHP adalah pemegang izin HTI seluas 13.400 hektare di Kecamatan Toili dan Toili Barat berdasarkan SK Menhut. PT BHP merupakan perusahaan patungan PT KLS yang menguasai 60% saham dan PT Inhutani I yang menguasai 40% saham. Pada 2007 PT KLS mengakuisisi seluruh saham milik Inhutani I. (E4)