Kekerasan yang Meningkat terhadap Kelompok-Kelompok Keagamaan Menuntut Tindakan Pemerintah Pusat

Kekerasan yang Meningkat terhadap Kelompok-Kelompok Keagamaan Menuntut Tindakan Pemerintah Pusat

Pemerintah Indonesia harus berbuat lebih untuk menghentikan meningkatnya jumlah peristiwa kekerasan, intimidasi, gangguan dan diskriminasi terhadap minoritas-minoritas keagamaan, kata sekelompok organisasi hak-hak manusia Indonesia dan internasional hari ini.

Amnesty Internasional, bersama dengan KontraS, Imparsial, Elsam, Setara Institute, ICRP, HRWG, ANBTI, ILRC dan Wahid Institute menyuarakan kekuatiran mereka tentang menguatnya keadaan diskriminasi dan pengusikan terhadap minoritas-minoritas keagamaan, terutama warga Ahmadiyah.

KontraS telah mendokumentasikan sedikitnya 62 peristiwa antara bulan Januari sampai Maret 2011 terhadap masyarakat Ahmadiyah saja. Menurut data yang dikumpulkan HRWG, kekerapan serangan-serangan semacam ini telah meningkat dengan tajam di tahun 2011 dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Terdapat juga kekuatiran mengenai serangan-serangan yang terus berlanjut terhadap orang-orang Kristen.

Suatu perkembangan yang terutama mencemaskan adalah keterlibatan militer dan kepolisian Indonesia dalam intimidasi dan pemaksaan “pertobatan” anggota-anggota kelompok masyarakat Ahmadiyah yang sudah terdesak. KontraS telah mendokumentasikan sedikitnya 20 kasus di bulan Maret dan awal April 2011 di mana militer dan kepolisian telah terlibat dalam kasus-kasus intimidasi, pengusikan dan “pertobatan” dengan paksa.

Amnesty Internasional telah menyampaikan kekuatiran yang diangkat oleh kelompok-kelompok hak-hak manusia Indonesia ini kepada pihak Kepolisian RI pada tanggal 5 April.

Amnesty Internasional juga telah bertemu dengan beberapa organisasi keagamaan terbesar, termasuk Muhamadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), sebuah payung kumpulan gereja-gereja Protestan.

Menyadari bahaya karena keadaan yang terus memburuk, dan mempertimbangkan pertemuan-pertemuan positif yang telah dilangsungkan dengan pejabat kepolisian dan pemimpin-pempimpin keagamaan, kelompok-kelompok hak-hak manusia tersebut mengeluarkan anjuran-anjuran berikut:

— Pemerintah pusat harus memenuhi kewajibannya untuk memastikan bahwa semua warganegara, tidak peduli keyakinan keagamaannya, mendapatkan perlindungan hak-hak manusia yang telah tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights), yang telah Indonesia ratifikasi pada tahun 2005 dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005;

— Pemerintah pusat, melalui Kementrian Dalam Negeri, harus sesegera mungkin menegaskan bahwa adalah kewenangannya sendiri, bukan kewenangan pihak lain, untuk mengatur persoalan keagamaan berdasarkan Undang-Undang tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan memastikan bahwa semua peraturan yang diterbitkan di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota tunduk pada perlindungan-perlindungan hak-hak manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan kewajiban-kewajiban Indonesia berdasarkan hukum internasional, khususnya ICCPR;

— Surat Keputusan Bersama pada tahun (SKB) tahun 2008, yang membatasi secara signifikan kegiatan-kegiatan masyarakat keagamaan Ahmadiyah, telah menumbuhkembangkan sebuah iklim yang mendukung kekerasan dan perbuatan main hakim sendiri, dan harus sesegera mungkin dicabut;

— Kepolisian Indonesia harus menyatakan kembali kepada masyarakat luas komitmennya untuk melindungi hak-hak semua warganegara, apapun keyakinan keagamaannya, dan menetapkan sebuah strategi proaktif untuk mencegah dan menyelesaikan peristiwa-peristiwa kekerasan berdasarkan keagamaan. Kelompok-kelompok yang menyampaikan anjuran ini menyambut upaya-upaya untuk menuntaskan peristiwa-peristiwa di Cikeusik dan Temanggung dan kemudian menengok pada pemerintah dan kepolisian untuk memastikan bahwa persidangan juga berlangsung tanpa intimidasi terhadap para korban, saksi dan penasehat hukum. Kepolisian harus juga memastikan bahwa mereka mencatat dan menyidik semua kasus kekerasan keagamaan, apapun latar belakang keagamaan para korban.

— Pejabat pemerintah pusat dan daerah harus menekankan perlindungan dasar atas keyakinan kegamaan, ekspresi keagamaan dan perkumpulan keagamaan yang termuat di dalam UUD 1945 dan hukum internasional dan menahan diri dari membuat komentar-komentar yang menstigma minoritas-minoritas keagamaan, yang telah menciptakan iklim yang menumbuhkembangkan diskriminasi dan kekerasan.

Jakarta, 6 April 2011

Amnesty Internasional, KontraS, Imparsial, Elsam, Setara Institute, ICRP, HRWG, ANBTI, ILRC dan Wahid Institute