Penembakan Warga Kebumen Dikecam

KEBUMEN — Kalangan penggiat hak asasi manusia mengecam penembakan warga Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, oleh anggota TNI Angkatan Darat. Menurut para aktivis, selain melanggar hak asasi manusia, kekerasan oleh para serdadu pada Sabtu lalu itu menodai upaya reformasi yang didengungkan TNI selama ini.

"Peristiwa ini sekali lagi menunjukkan tentara telah kehilangan profesionalitas karena merespons tuntutan warga dengan tindakan represif dan tidak manusiawi," demikian siaran pers bersama yang diteken Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Indriaswati D. Saptaningrum dan Koordinator Public Interest Lawyer Network Wahyu Wagiman kemarin.

Kecaman juga datang dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). "Aksi ini merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan TNI," kata Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida di kantornya kemarin. "Ini merupakan kemunduran sekaligus ancaman bagi reformasi TNI."

Menurut Koordinator Federasi Kontras Usman Hamid, kekerasan oleh tentara terhadap warga sipil terus berulang karena kesalahan TNI selama ini tak pernah dihukum setimpal. "Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan peradilan tak memiliki kesungguhan untuk mengoreksi TNI," ujar Usman.

Sabtu lalu, puluhan warga yang tergabung dalam Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan terlibat bentrok dengan tentara. Sepuluh warga terluka. Sebagian dari mereka terluka tembak, umumnya di bagian belakang tubuhnya (lihat kronologi kejadian dan daftar korban).

Bentrokan akhir pekan itu merupakan puncak dari sengketa tanah yang berkepanjangan antara warga dan TNI AD. Warga mengklaim punya bukti kepemilikan yang sah atas tanah di garis Pantai Urut Sewu sepanjang 22,5 kilometer. Karena itu, warga menolak tanah mereka dijadikan tempat latihan militer. Sebaliknya, TNI AD mengklaim telah mendapatkan izin dari Pemerintah Kabupaten Kebumen sejak 1980-an untuk memakai tanah pantai itu sebagai tempat latihan.

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Edward Aritonang kemarin mengatakan telah memeriksa delapan saksi dari pihak warga. "Kami sudah mengetahui kronologi kejadian dari awal sampai akhir." Polisi, kata Edward, tidak hanya memprioritaskan pemeriksaan atas warga. Polisi juga akan menindaklanjuti bila ada laporan tentang penganiayaan oleh tentara.

Dalam jumpa pers kemarin dinihari, Panglima Kodam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Langgeng Sulistyono mengatakan siap bertanggung jawab atas insiden tersebut. Langgeng pun mengaku sudah meminta Polisi Militer memeriksa anggota TNI yang terlibat penembakan.

Meski polisi dan Polisi Militer mulai bergerak, Kontras mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim independen untuk mengusut tuntas kasus ini. Selain melibatkan unsur TNI dan Kepolisian RI, menurut Kontras, tim independen harus menyertakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Selama proses pengusutan, Kontras pun meminta Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono membuka akses seluas-luasnya bagi tim independen. ARIS ANDRIANTO | BUNGA MANGGIASIH |ADITYA BUDIMAN | RIKY FERDIANTO | MUSTHOLIH