Kontras: Hasil Investigasi Bentrokan Kebumen, Ditemukan Peluru Tajam

REPUBLIKA.CO.ID, KEBUMEN — Hasil investigasi yang dilakukan Kontras terhadap kasus bentrokan antara TNI dan warga di Desa Setrojenar Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, mengungkapkan beberapa temuan baru. Diantaranya adanya penggunaan peluru tajam dalam bentrokan tersebut.

Meski tidak dilaporkan adanya warga yang luka akibat peluru tajam, namun  selongsong peluru tajam ditemukan di sekitar lokasi kejadian bentrok dan di rumah salah seorang warga Setrojenar.

”Peluru tajam terdiri dari jenis kaliber 7,62 dan 7,60 mm untuk senjata laras panjang, dan kaliber 9 mm untuk senjata laras,” kata Koordinator Ekseksutif Nasional Kontras, Haris Azhar, dalam keterangan pers yang diterima Republika, Ahad (15/5).

Menurut Haris, temuan tersebut diperolah Kontras dari pencarian fakta beberapa hari setelah terjadi bentrok. Dalam pencarian fakta tersebut, tim dari Kontras meminta keterangan 11 orang saksi warga Setrojenar yang menjadi korban kekerasan dan melihat langsung kejadian, serta memeriksa sejumlah bukti di lokasi kejadian.

Dari pencarian fakta tersebut, terungkap bahwa peristiwa bentrokan pada 16 April 2011 tersebut, tidak dipicu oleh aksi perusakan fasilitas TNI yang dilakukan warga. Tapi dilakukan lebih dulu oleh anggota TNI yang keluar dari komplek Dislitbang AD di Pantai Bocor, dengan membawa senjata api laras panjang, stik/tongkat dan bergerak mendekati kerumunan warga di perempatan Jalan Diponegoro.

Dalam jarak sekitar 20 meter dari warga, anggota TNI tersebut mulai melepas tembakan ke arah warga, menyerang, menangkap, menyiksa dan menembaki sejumlah warga.

Berdasarkan temuan tersebut, Kontras mengeluarkan beberapa rekomendasi. Antara lain, meminta Komnas HAM segera mengumumkan hasil pemantauan lapangan di lapangan sebagai bentuk akuntabilitas lembaga.

Selain itu, meminta Panglima TNI cq KSAD cq Pangdam Diponegoro untuk menghentikan kegiatan latihan atau uji alat militer di daerah yang disengketakan sampai ada penunjukan mediasi kepemilikan dan akses tanah dari pihak III yang resmi disepakati dan sesuai aturan hukum, seperti DPR, Kementerian Pertahanan, BPN dan Komnas HAM.

Kontras juga mendesak Presiden RI selaku panglima tertinggi TNI, melakukan langkah konkrit terkait kekerasan berbasis agraria sebagai bentuk komitmen terhadap Hak Asasi Manusia yang disampaikan baru-baru ini.