Tragedi Talangsari Bisa Terulang

KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung ikut angkat bicara soal rancangan undang-undang (RUU) intelijen. Sikap itu mereka tunjukkan dalam diskusi menyoal RUU intelijen sekaligus mengenang 22 tahun tragedi Talangsari di sekretariat AJI Bandarlampung kemarin (11/6).
â??â??Kami menilai isu kekerasan dan keamanan yang belakangan melanda Indonesia merupakan program terstruktur dari intelijen untuk mengegolkan RUU intelijen,â? kata Haris Azhar, koordinator Kontras.

Karena itu, lanjutnya, sudah waktunya organisasi intelijen dibenahi. â??â??BIN (Badan Intelijen Negara) harus mengadopsi struktur operasional kerja yang benar. Jangan orang yang dianggap sebagai musuh negara ditangkap dengan dalih diamankan. Musuh negara yang seperti apa? Intelijen itu alat negara atau alat pemerintah,â? tandas Haris.

Menurutnya, jika sebagai alat negara, tugas intelijen adalah memberikan keamanan kepada negara. Nah, yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Intelijen ditengarai membuat keadaan yang tidak aman. â??â??Sudah beberapa kali terjadi salah tangkap di Indonesia. Berangkat dari fakta itu, perekrutan anggota intelijen juga harus dibenahi,â? katanya.

Haris juga menyoroti sikap DPR. Dia menilai wakil rakyat tidak memberikan peranan yang bermanfaat dalam pembahasan RUU intelijen. â??â??Semestinya DPR melakukan kajian, apakah benar RUU intelijen bermanfaat untuk rakyat atau malah sebaliknya. DPR jangan ceroboh dalam membahas RUU intelijen. Bicarakan dahulu RUU intelijen dengan korban-korban intelijen. Misalnya, korban Talangsari,â? katanya.

Seandainya DPR mengegolkan RUU intelijen, Haris berpendapat tak menutupkan kemungkinan tragedi Talangsari terulang.

Salah satu korban tragedi Talangsari, Mardiono, yang hadir dalam diskusi mengaku sekarang dia dan korban lainnya sulit mengakses pekerjaan. Mereka hanya menggantungkan hidup dari bertani. â??â??Saya dan keluarga selamat karena melarikan diri ketika penyerbuan. Hanya rumah saya yang dibakar tentara. Saya harus mengungsi ke Wayjepara dan baru pulang pada 2000. Selama pengungsian, saya dan keluarga makan seadanya,â? kenangnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum AJI Bandarlampung Wakos Reza Gautama mengatakan bahwa keberadaan RUU intelijen seperti mengarah pada kepentingan satu pihak. â??â??Keamanan negara atau keamanan pemerintah? kata Wakos.

Dia juga mengkritisi beberapa poin dalam RUU intelijen yang membuat peran intelijen begitu mutlak. â??â??Misalnya, poin penyadapan dan penangkapan. Dua poin harus ditiadakan,â? ungkapnya. (red/c2/ewi)