Kontras Catat 48 Kasus Penyiksaan Oleh Polisi Dan TNI

Jakarta – Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS) mencatat selama Juli 2010-Juni 2011 terjadi 48 kali tindakan penyiksaan oleh aparat Polri dan TNI. Sebanyak 30 tindakan penyiksaan dilakukan aparat Polri dan 18 tindakan penyiksaan oleh TNI.

"Bentuk tindakan penyiksaan yang dilakukan beragam sejak penangkapan, dalam perjalanan hingga selama pemeriksaan," ujar Kepala Divisi Bidang Penelitian dan Pengembangan Kontras Papang Hidayat dalam laporan Tahunan KontraS memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional , Sabtu (25/6).

Papang memaparkan, pola kasus penyiksaan yang dilakukan kepolisian antara lain empat kasus pemukulan secara berulang kali saat melakukan pemeriksaan, tujuh kasus pemeriksaan yang dilakukan polisi dengan cara merendam tersangka, penyiksaan baik saat penangkapan ataupun pemeriksaan.

Sementara itu, pada TNI jumlah kasusnya lebih sedikit. Namun dampak tindak penyiksaannya lebih besar.

"Pada TNI terdapat 18 kasus, terdapat dua penyiksaan hingga mengakibat kematian pada korban sebanyak dua kasus. Sedangkan 16 kasus dimana penyiksaan dalam berbagai bentuk guna mendapatkan pengakuan korban (yang dituduh sebagai pelaku," imbuhnya.

Berdasarkan catatan Kontra kasus yang paling dominan adalah kasus Papua, saat penyisiran anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Video penyiksaan terhadap dua orang warga Papua tersebut juga direkam selama 10 menit dan disebarluaskan di situs Youtube pada bulan Oktober 2010.

Selain itu, juga kasus penyiksaan yang berujung pada kematian Charles Mali (24). Ia diduga meninggal setelah mengalami penyiksaan bersama lima temannya di Markas Yonif 744/Satya Yudha Bhakti Tobir, Kecamatan Tasifeto Timur, Atambua, NTT pada Maret 2011.

Papang Hidayat meyakini secara kuantitatif jumlah tersebut bisa jauh lebih besar. Namun sulit untuk dilakukan pemantauan karena tindakan penyiksaan umumnya terjadi dalam kantor institusi bersangkutan. Selain itu karena faktor ketakutan korban melaporkan penyiksaan yang mereka alami. â??Karena pelakunya adalah pihak yang semestinya menegakkan hukum,â? ujarnya.

Melihat fakta tersebut, menurut Papang, pemangku kepentingan masih belum menunjukkan komitmennya sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi CAT. Indonesia meratifikasi Konvensi CAT dalam UU no.5 Tahun1998 Pasal 2 ayat (2). â??Segala kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai bagian dari ratifikasi itu belum dilaksanakan,â? pungkasnya. (zhank’s)