Gagal Tekan Angka Kekerasan

JAKARTA-Besok, 1 Juli 2011, Polri berulang tahun ke-65. Peringatan ulang tahun itu dilakukan secara serentak di seluruh polda se- Indonesia. Laporan awal dan deteksi dini intelijen menyebutkan, ancaman teror masih membayangi. Karena itu, Mabes Polri meminta seluruh jajarannya waspada. �Kerawanan terhadap aksi-aksi teror masih ada. Jangan lengah,� ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombespol Boy Rafli Amar kemarin. Mantan anggota Densus 88 itu menjamin bahwa setiap personel, mulai level polisi sektor hingga Mabes Polri, siap. �Negara tidak boleh kalah oleh ancaman,� tutur dia. Awal bulan ini, Densus 88 kembali mengungkap modus baru dalam rencana teror. Dari hasil pengembangan penyidikan kasus penembakan polisi di Palu, sejumlah tersangka lain ditangkap di berbagai kota. Berdasar keterangan mereka, ditemukan rencana meracuni makanan di kantin kepolisian.

Densus juga menemukan pipe gun atau pistol rakitan berbentuk pipa kecil yang efektif memuntahkan sebutir peluru. Jika pipe gun digunakan dalam jarak kurang dari 5 meter, akibatnya bisa fatal hingga mematikan. Hasil analisis terbaru BNPT menyatakan bahwa teroris tidak mengancam objek-objek asing, melainkan menyasar personel dan kantor-kantor polisi. â?Akan ada pemeriksaan barang-barang secara lebih teliti untuk setiap peserta upacara HUT Bhayangkara,â? ujar Boy. Secara terpisah, menyambut HUT Bhayangkara, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) memaparkan hasil evaluasi kinerja Polri selama 2011. Menurut Koordinator Kontras Haris Azhar, Polri masih gagal menekan angka kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi. Berdasar kasus-kasus yang diterima Kontras serta pemantauan yang dilakukan, sepanjang 2010â??Juni 2011 telah terjadi 85 peristiwa kekerasan dengan jumlah korban 373 orang. â?Kami yakin bahwa jumlah kekerasan yang terjadi lebih banyak daripada catatan itu. Sebab, pemantauan tidak mungkin dilakukan secara masif dan intensif,â? ucap Haris. Pelanggaran HAM masih dilakukan oleh anggota Polri dengan penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil.

Misalnya, dalam penanganan konflik tanah dan modal. Juga ada penggunaan kekuatan yang berlebihan, khususnya dalam upaya pemberantasan terorisme. Selain itu, kriminalisasi terhadap masyarakat, rekayasa kasus, bahkan pembiaran terhadap pertemuan-pertemuan sebagai ekspresi dari kebebasan berpendapat. â?Terutama perilaku Densus 88,â? ucap Haris. Dalam catatan Kontras, pendekatan senjata api sering digunakan oleh aparat Densus 88 sepanjang 2010â??Juni 2011. Setidaknya dari 13 operasi antiterorisme Densus 88, 30 orang tewas tertembak. Selain itu, sembilan orang mengalami luka tembak dan 30 orang lagi menjadi korban penangkapan sewenang- wenang, tapi akhirnya dibebaskan karena tidak terbukti terlibat dalam aksi teror yang disangkakan. (rdl/c11/iro)