Waspadai Bom Jelang Hut Bhayangkara

JAKARTA – Besok 1 Juli 2011 Polri berulangtahun ke-65. Peringatan dilakukan secara serentak di seluruh Polda se-Indonesia. Laporan awal dan deteksi dini intelijen menyebutkan, ancaman teror masih mengancam. Karena itu, Mabes meminta seluruh jajarannya waspada.

"Kerawanan terhadap aksi-aksi teror masih ada. Jangan lengah," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar saat dihubungi, Rabu (29/6).
Mantan anggota Densus 88 ini menjamin setiap personel dari level polisi sektor hingga Mabes dalam kondisi siap. "Negara tidak boleh kalah dengan ancaman," katanya.

Awal bulan ini, Densus 88 kembali mengungkap modus baru dalam rencana teror. Dari hasil pengembangan penyidikan kasus penembakan polisi di Palu, sejumlah tersangka lain ditangkap di berbagai kota. Dari keterangan mereka, ditemukan rencana meracuni makanan di kantin kepolisian.

Densus juga menemukan pipe gun atau pistol rakitan berbentuk pipa kecil yang efektif memuntahkan sebutir peluru. Jika digunakan dalam jarak dibawah lima meter, pipe gun bisa berakibat fatal hingga tewas.

Analisa BNPT terbaru, teroris tidak mengancam objek-objek asing.melainkan menyasar ke personil kepolisian dan kantor-kantor polisi. "Akan ada pemeriksaan barang-barang secara lebih teliti untuk setiap peserta upacara HUT Bhayangkara," kata Boy.

Secara terpisah, menyambut HUT Bayangkara, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) memaparkan hasil evaluasi kinerja Polri selama 2011. Menurut Haris Azhar, Koordinator Kontras, Polri masih gagal menekan angka tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi.

Berdasarkan kasus-kasus yang diterima KontraS serta pemantauan yang dilakukan, sepanjang 2010-Juni 2011, telah terjadi terjadi 85 kali peristiwa kekerasan dengan jumlah korban sebanyak 373 orang. "Kami meyakini peristiwa kekerasan yang terjadi berjumlah lebih banyak dari catatan ini, karena pemantauan tidak mungkin dilakukan secara massif dan intensif," kata Haris.

Pelanggaran HAM masih dilakukan anggota Polri dengan cara melakukan penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil khususnya dalam penanganan konflik tanah, modal; penggunaaan kekuatan yang berlebihan, khususnya dalam upaya pemberantasan terorisme; kriminalisasi terhadap masyarakat, rekayasa kasus bahkan pembiaran terhadap pertemuan-pertemuan sebagai ekspresi dari kebebasan berpendapat. "Terutama perilaku Densus 88," kata Haris.

Dalam catatan KontraS, pendekatan senjata api banyak digunakan aparat Densus 88 sepanjang 2010-Juni 2011. Setidaknya dari 13 operasi anti-terorisme Densus 88, 30 orang tewas tertembak oleh Densus 88, sebanyak 9 orang luka tembak, 30 orang merupakan korban penangkapan sewenang-wenang dan akhirnya dibebaskan karena tidak terbukti terlibat dalam aksi teror yang disangkakan. (rdl/iro)