BUK dan KontraS Peringati Tragedi Biak Berdarah

ALDP – Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) dan komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS) Papua di Jayapura, memperingati tragedi Biak berdarah, 6 Juli 1998 silam. Dalam peringatan itu, dua lembaga ini menilai negara melupakan insiden memilukan itu.

Melalui press realess yang diterima, peristiwa Biak berdarah berawal dari aksi damai yang digelar pada 2 Juli 1998. Aksi tersebut berjalan selama 4 hari, kemudian berakhir dengan kekerasan aparat pada  6 Juli. Ketika, warga yang mengikuti unjuk rasa itu sekitar 100-500 orang.

Aksi saat itu berakhir ricuh lantaran dinilai sebagai gerakan separatis oleh aparat TNI dan Polri. Atas tudingan itu, ratusan demonstran yang tinggal disekitar menara air dikepung dan ditembaki oleh aparat keamanan. Warga yang dikeluarkan secara rata-rata berdomisili dikelurahan Pnas, Waupnor dan Saramom kecamatan Biak digiring oleh aparat ke pelabuhan Biak. Di pelabuhan, mereka dianiaya dan disiksa.

Saat itu, terjadi penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan dan berbagai tindakan tidak manusiawi lainnya. Dari tindakan itu, penyiksaan tidak sewenang-wenang terhadap 150 orang, korban luka berat yang mendapat evakuasi ke ujung pandang 4 orang, penghilangan secara paksa terhadap 3 orang, korban luka-luka,  33 orang, korban yang meninggal 8 orang. Selanjutnya, mayat misterius yang ditemukan sebanyak 32 orang.

Koordinator BUK di Jayapura, Peneas Lokbere mengatakan peringatan tersebut merupakan upaya korban untuk mengingatkan pemerintah dan pihak terkait agar menindak lanjuti kasus kasus berdarah ini. “Sebagai korban, kami memperingati kejadian ini agar tidak dilupakan,” kata Lokbere dihadapan wartawan di Abepura, Rabu (6/7).

Peneas menambahkan, ditahun ini, kejadian itu genap berusia 12 tahun. Namun, tak ada upaya untuk menuntaskan kasus itu. Insiden memilukan ini terkesan dilupakan oleh negara dan pihak terkait. “Kasus ini terkesan dilupakan. Tidak ada upaya tindak lanjut untuk menuntaskannya,” ungkapnya.

Sementara itu, direktur KontraS perwakilan Papua di Jayapura, Olga Helena Hamadi menandaskan, negara bersikap acuh tak acuh terhadap para korban dari insiden itu. Padahal, kasus itu sudah pernah di investigasi oleh Komnas HAM. Namun, hingga kini tenggelam dimakan waktu. (ALDP)