Kontak senjata di Puncak Jaya; Memburuknya Kondisi HAM di Papua

Kontak senjata di Puncak Jaya; Memburuknya Kondisi HAM di Papua

Peristiwa di Puncak Jaya yang terjadi sebulan terakhir ini, menunjukkan bukti bahwa
pendekatan keamanan yang digunakan oleh pemerintah terbukti tidak efektif. Kontak
tembak yang terjadi di Puncak Jaya menyebabkan tertembaknya 5 prajurit TNI dan
4 masyarakat sipil, yang terdiri dari seorang ibu dan tiga anaknya yang masih balita.
Peristiwanya ini telah menambah potret buram situasi Hak Asasi Manusia di Papua.

Keempat warga tersebut tertembak pada selasa (12/7) saat terjadi baku tembak antara
pasukan TNI AD dari Batalyon Infateri (Yonif) 753/ Arga Vira Tama (AVT) Nabire
dengan gerombolan sipil bersenjata yang diduga Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Peristiwa ini merupakan rangkaian dari berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang
terjadi di Papua setelah diumumkannya pengejaran terhadap pimpinan TPN/OPM Goliat
Tabuni yang diduga berada di wilayah Puncak Jaya. (Lihat kronologis)

Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa penembakan ini, terlebih peristiwa ini
terjadi bertepatan dengan penyelenggaraan Konferensi Damai Papua ( 5-7 Juli 2011)
yang diinisiasi oleh Jaringan Masyarakat Sipil di Papua. Pelaksanaan konferensi ini
merupakan manifestasi aspirasi masyarakat Papua yang tegas menolak pendekatan militer
dan keamanan dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial politik yang terjadi di
Papua.

Kami mencatat dampak negatif yang ditimbulkan dari rangkaian pelaksanaan operasi
militer dan keamanan, diantaranya; pada tahun 1994 TNI – AD menangkap 4 warga
Timika yang kemudian dinyatakan hilang. Ditahun yang sama, TNI – AD juga
menangkap dan menyiksa 3 orang laki – laki dan 2 orang perempuan, salah satu
korbannya yakni Mama Yosepha Alomang. Selanjutya, pada Mei 1995 Pasukan Yonif
752 diduga kuat melakukan pembunuhan kilat terhadap 11 warga termasuk pendeta di
Kampung Hoea.

Selanjutnya, pada Oktober 2009, aparat gabungan TNI dan Polri membakar pemukiman
warga di Bolakme Kabupaten Jaya Wijaya. Pada 1 Desember 2010, anggota TNI dari
Kodim 1702, diduga kuat melakukan penembakan hingga mengakibatkan tewasnya
2 warga sipil di Bolakme Jaya Wijaya, yakni Asli Wenda dan Elius Tabuni. Pada
Oktober 2010, terjadi penyiksaan oleh TNI terhadap warga sipil di Tingginambut,
Papua Barat.

Fakta-fakta diatas merupakan praktek keberulangan pelanggaran HAM yang terus
dipertahankan oleh pemerintah, pelaksanaan operasi militer semakin memperburuk
kondisi hak asasi manusia di Papua apalagi Indonesia belum meratifikasi Protokol
Tambahan II Tahun 1977 Konvensi Jenewa 1949 yang mengatur tentang internal armed
conflict, sehingga tidak ada panduan yang jelas terkait konflik internal bersenjata.

Kami juga prihatin terhadap anggota TNI yang juga menjadi sasaran penembakan
kelompok bersenjata, mereka harus segera mendapatkan pemulihan dan dipenuhi hak-haknya.

Kami menegaskan bahwa keberulangan kondisi ini mestinya dapat dihindari, yakni
pemerintah harus secepatnya merubah model pendekatan yang selama ini lebih
condong pada pendekatan militer dan keamanan dengan pendekatan dialogis yang lebih
bermartabat. Untuk itu, kami tetap mendesak tanggungjawab negara khususnya terhadap
peristiwa penembakan warga sipil di Puncak Jaya yang terjadi baru – baru ini, dengan
mengambil langkah – langkah sebagai berikut;

1. Komnas HAM RI segera menyampaikan hasil pemantauannya terkait kasus ini,
sebagai bahan awal dan sekaligus memastikan proses hukum terhadap kasus ini
harus berjalan.
2. Pangdam XVII Cenderawasih segera memastikan proses hukum berjalan secara
transparan dan akuntabel terhadap anggota TNI yang terbukti melakukan
penembakan terhadap warga sipil yakni seorang ibu dan tiga anak – anak di
Puncak Jaya.
3. Panglima TNI, Kapolri dan instansi terkait segera melakukan evaluasi konkrit
terkait pelaksanaan operasi militer di Papua yang rentan menimbulkan pelanggaran HAM
4. Pemerintah dan DPR RI segera merealisasikan agenda dialog yang dapat diterima
segenap lapisan warga Papua untuk penyelesaian persoalan Papua secara
menyeluruh.

Demikian pernyataan ini kami sampaikan.

Jakarta, 20 Juli 2011

 

Haris Azhar (KontraS)
Sinnal Blegur (LO Foker LSM Papua)
Oktovianus Pogau (Mahasiswa Papua di Jakarta)