Konflik Papua Meningkat, Pemerintah Belum Buka Dialog

VHRmedia, Jakartaâ?? Meningkatnya konflik di Papua dalam 3 minggu terakhir merupakan bentuk ketidakberdayaan pemerintah mengatasi Papua. Persoalan Papua tidak hanya bisa diselesaikan dengan cara pemekaran ataupun pendekatan keamanan. Konflik di Papua harus dijawab dengan penegakan hukum dan ketegasan dari pemerintah pusat.

Koordinator Kontras Haris Azharmengatakan,pemerintah harusnya bisa belajar dari konflik separatisme di Aceh dan Timor Leste. Tapi, sampai saat ini pendekatan keamanan justru semakin meningkat. â??Kontras melihat yang hilang itu adalah komitmen politik untuk mendorong dialog, dan selalu mengembangkan kebijakan yang represif,â? kata Haris dikantorKontras (7/8).

Semua bentuk kekerasan yang terjadi di daerah konflik selama ini, terjadi di Papua. Dari konflik senjata, penghadangan, dan penembakan misterius. Padahal, tidak semua daerah di Papua mempunyai konflik serupa. â??Kalau konflik di Papua dianggap serius, harusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang serius juga dong,â? kata Haris.

Kontras menghimbau semua pihak untuk menahan mengeluarkan pernyataan yang bisa memperburuk suasana di Papua. Catatan Kontras, sepanjang Juli hingga awal Agustus 2011, telah terjadi 8 peristiwa warga sipil akekerasan dan penembakan di Papua. Diantaranya, penembakan misterius terhadap tiga anggota TNI Yonif 751/BS di Kampung Kalome, Distrik Tingginambut, Puncak Jaya pada (5 Juli), penembakan terhadap warga sipil akibat kontak senjata antara TNI AD Yonif 753/AVT dengan kelompok bersenjata di Kampong Kalome, Distrik Tingginambut, Puncak Jaya (12 Juli), kontak senjata antara anggota TNI dan kelompok Goliat Tabuni di Mulia, Puncak Jaya (13 Juli), penembakan di Kampong Yombi, Puncak Jaya (21 Juli), bentrok di Distrik Ilaga, Puncak Jaya (30-31 Juli), warga tewas dalam kerusuhan di Timika (30 Juli), penembakan dan pembacokan warga sipil di Nafri, Abepura (1 Agustus) dqan penembakan helikopter M-17 milik TNI di Mulia, Puncak Jaya (3 Agustus).

Akibatnya, 15 warga sipil menjadi korban dalam kasus penembakan, 17 warga sipil menjadi korban dalam kasus bentrokan antara kelompok Tomas Tabuni dan Simon Alom dan 9 anggota TNI menjadi korban penembakan. Kondisi semakin buruk ketika pemerintah justru merespon dengan cara pendekatan keamanan, bahkan Polri telah menurunkan Densus 88.

Pendekatan represif ini, dinilai telah menyalahi komitmen hasil konferensi damai di Papua, yang dirintis oleh Jaringan Damai Papua (JDP) dan sejumlah masyarakat sipil. Presiden seharusnya segera mengkoordinasikan kepada Menkopolhukam, Menhan, Panglima TNI dan Kapolri untuk mempunyai pandangan yang sama dalam mengambil kebijakan untuk Papua, dengan mengedepankan pendekatan persuasif. â??Pasca kongres damai di Papua, komitmen pemerintah seperti apa?â? kata staf advokasi Kontras, Chrisbiantoro.(E3)