Kontras Minta Insiden di Papua Tidak Diprovokasi

JAKARTA – Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) meminta agar semua pihak tidak mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan provokasi terkait beberapa peristiwa kekerasan di Papua.

Bahkan Kontras meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dapat mengambil langkah strategis untuk mengakhiri kekerasan di Papua.

"Dengan mengkordinasikan Menko Polhukam, Menhan, Panglima TNI dan Kapolri, agar memiliki visi yang sama dalam memandang dan mengambil kebijakan untuk Papua yang berorientasi pada pendekayan persuasif," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras, Haris Azhar di kantornya, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (7/8/2011).

Ia menambahkan segala bentuk komentar dan opini yang kontraproduktif dengan upaya damai di Papua khususnya dari pejabat di Jakarta harus diminimalisir. "Tidak perlu semua pejabat dari beragam institusi negara turut berbicara," sambungnya.

Secara umum, kami meminta semua pihak untuk menahan diri dari pernyataan dan operasi keamanan yang berpotensi memperburuk kondisi masyarakat sipil di Papua.
Tindakan ini sebaiknya di imbangi dengan evektifitas, evaluasi keberadaan, dan peran institusi-institusi yang memiliki tanggung jawab vertikal seperti TNI dan Polri.

â??Evaluasi harus dilakukan secara akuntable dan transparan dengan tetap memperhatikan masukan publik dan institusi terkait, seperti Komnas HAM, dan Komda HAM Papua, yang selama ini aktif melakukan pemantauan perkembangan situasi di Papua," tutupnya.

Selasa 2 Agustus 2011 lalu, ribuan warga Papua di Manokwari, Papua Barat, melakukan aksi turun ke jalan. Mereka mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan referendum di tanah Papua.

Massa yang turun ke jalan merupakan gabungan dari tiga kelompok organisasi yakni Pergerakan Papua Merdeka atau West Papua National Autority (WPNA), Komite Nasional Papua Barat (KNPB), dan Dewan Adat Papua (DAP).

Dengan membawa sejumlah poster terkait kekerasan yang dialami warga Papua, massa berjalan kaki mengelilingi Kota Manokwari selama hampir tiga jam. Massa juga mengklaim jika semua tindakan kekerasan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua telah dilaporkan hari ini ke Mahkanah Internasional.

Kordinator Aksi, Markus Yenu, aksi ini sebagai bagian dari tuntutan masyarakat Papua di Manokwari untuk meminta segera dilaksanakan referendum, sekaligus merespons konferensi yang berlangsung di Inggris untuk penyelesaian masalah Papua.

Sementara itu, sebuah Helikopter Super Puma jenis M-17 milik TNI Angkatan Darat diserang kelompok bersenjata saat sedang mengevakuasi prajurit yang terluka dari Mulia, Puncak Jaya, menuju Wamena, Rabu sekira pukul 14.00.

Akibatnya, prajurit bernama Pratu Fana Suhandi, yang juga merupakan korban penembakan di Mulia, tewas karena tertembak di bagian punggung tembus ke dada hingga jantung.

Pratu Fana Suhandi sebelumnya menjadi korban penembakan di Pos Tingginambut, Puncak Jaya, Selasa 2 Agustus 2011 lalu. Pangdam 17 Trikora Mayjen TNI Inf Trias Sunu, pelaku penembakan adalah kelompok separatis bersenjata. Pihak TNI telah melakukan pengejaran, namun beratnya medan menjadi kendala utama. Meski tertembak, helikopter M-17 masih bisa beroperasi karena hanya mengalami kerusakan sedikit di bagian lambung. (ful)