Kontras: Remisi Pollycarpus Tak Masuk Akal

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, pemberian remisi bagi Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana 20 tahun dalam kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir, tidak dapat diterima akal sehat. Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, pemberian remisi tersebut telah memperlihatkan sistem hukum di Indonesia semakin melenceng dari rasa keadilan masyarakat.

"Sudah benar-benar keterlaluan sistem hukum kita terutama dalam soal remisi. Ini tidak masuk akal. Sulit rasanya untuk mengerti kenapa Pollycarpus bisa dapat remisi sembilan bulan hanya karena ikut Pramuka dan rajin donor darah sebagai narapidana," ujar Haris kepada Kompas.com, di Jakarta, Kamis (18/8/2011).

Pollycarpus, Rabu (17/8/2011) kemarin, diberikan remisi sembilan bulan lima hari dalam rangka HUT RI ke-66 tahun. Remisi itu, menurut Divisi Permasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, diberikan karena Pollycarpus dikenal rajin dalam aktivitas kepramukaan dan rajin mengikuti acara donor darah di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Remisi yang diberikan kepada Pollycarpus terdiri dari remisi umum 5 bulan, remisi PMI yakni 2 bulan 15 hari, dan remisi Pramuka 1 bulan 20 hari. Haris menilai, pembunuhan Munir jauh lebih kejam dan tidak seimbang jika harus dikurangi pidana hanya karena ikut Pramuka dan donor darah. Menurutnya, tidak ada logika yang erat antara kasus pembunuhannya dengan donor darah atau Pramuka.

"Penghukuman sampai 20 tahun itu diasumsikan jika dia (Pollycarpus) akan memperbaiki diri untuk tidak mengulangi kejahatannya setelah lepas. Ikut Pramuka tidak menjamin ia akan mengulangi kejahatan. Sebagai agen BIN saja dia membunuh, apalagi kalau cuma ikut Pramuka. Itu hanya simbolik," kata Haris.

Lebih lanjut, Haris mengkhawatirkan langkah pemberian remisi tersebut adalah indikasi bahwa Menkumham dan MA secara diam-diam ingin melupakan kasus Munir. Oleh karena itu, lanjutnya, masyarakat perlu waspada dan turut aktif dalam mengkritisi kebijakan pemerintah khususnya terkait dengan pemberian remisi seorang terpidana dalam kasus-kasus berat, seperti pembunuhan atau korupsi.

"Kita patut was-was. Karena memang kekuatan di belakang Polly masih bekerja untuk membersihkan bekas-bekas pembunuhan Munir, salah satunya dengan segera membebaskan Polly," tukasnya.

Pollycarpus adalah terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir pada 2004 lalu. Akibat dari perbuatannya, ia dihukum 14 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jaksa yang tak puas dengan putusan majelis hakim mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus tersebut. Akhirnya, Polly diganjar hukuman 20 tahun penjara. Kemudian, ia  mengajukan permohonan PK kembali di PN Jakarta Pusat, karena menilai PK yang diajukan jaksa telah menyalahi mekanisme dalam KUHP.