Kapan Pemerintah Mau Dialog Soal Papua?

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), dan Komisi Waligereja Indonesia (KWI) mendesak pemerintah agar segera melakukan dialog dengan masyarakat Papua terkait dengan sejumlah kekerasan di daerah tersebut.

Mantan Koordintor Kontras Usman Hamid menilai, pemerintah saat ini terlihat tidak serius untuk mencegah atau mengungkap pelaku-pelaku kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.

"Sebelum situasi Papua menjadi kritis, kami mendesak agar elite-elite Pemerintah dan DPR agar tidak menyibukan diri dalam hirup pikuk persoalan korupsi yang mengancam kepentingan sendiri, seperti kasus Nazaruddin ini. Mereka harus mempedulikan nasib rakyat, terutama rakyat di Papua," ujar Usman saat melakukan konferensi pers di Kantor KWI, Jakarta, Minggu (21/8/2011).

Lebih lanjut, tambah Usman, masyarakat Papua menuntut dialog, dan membahas sumber masalah Papua secara jujur, bukan sebatas persepsi sepihak atas stabilitas keamanan, otonomi khusus, dan pembangunan ekonomi saja, seperti dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraannya beberapa waktu lalu. Menurutnya, hal itu harus dilakukan agar tujuan otonomi khusus betul-betul dijalankan agar hak-hak asli orang Papua dipulihkan.

"Baik jaminan kesejahteraan, pendidikan sampai soal penghormatan harga diri Papua harus diperhatikan secara serius. Karena otsus di Papua sekarang ini bisa kita katakan telah gagal," kata Usman.

Sementara itu, menurut anggota KWI Romo Benny, soal gangguan keamanan di Papua, pemerintah seharusnya tidak hanya bertindak tegas untuk menjamin tetap terjaganya ketertiban kehidupan masyarakat, dan tegaknya keadulatan NKRI. Seharusnya, kata Romo Benny, Presiden menginstruksikan jajaran Polri untuk mengusut tuntas siapa pelaku gangguan keamanan itu, diikuti dengan bukti-bukti hukum yang kuat, tidak hanya asal tuding menuding.

"Karena rakyat Papua mengingkan pola-pola lama menciptakan konflik dan kekerasan di tanah mereka itu dihentikan," kata Romo Benny.

Sementara itu, untuk pembangunan ekonomi, pemerintah juga seharusnya tidak hanya fokus hanya dengan pendekatan ekonomi. Menurut Romo Benny, beberapa masalah seperti bidang kesehatan dan pendidikan, marjinalisasi, diskriminasi, dan kontradiksi antara Papua dan Jakarta tentang sejarah dan identitas politik papua, dapat juga menjadi penyebab kegagalan pembangunan rakyat Papua.

"Masalah ini semua hanya bisa diselesaikan dengan mekanisme dialog sebagaimana dialog yang terjadi dalam kasus Aceh, dan sebuah pengakuan kepada identitas politik orang-orang Papua," tuturnya.

Oleh karena itu, lanjut Romo Benny, jika pemerintah berjanji membangun komunikasi yang konstruktif di Papua, dialog dengan masyarakat Papua harus segera dilaksanakan agar kondisi di daerah tersebut tidak semakin kritis.

"Presiden mengatakan, menata Papua dengan hati adalah kunci dari semua langkah untuk menyukseskan pembangunan Papua, sebagai gerbang timur wilayah Indonesia. Dan jika pernyataan itu sungguh-sungguh, maka seharusnya kunci itu juga digunakan untuk membuka pintu jalan menuju dialog Papua dengan segera," tukasnya.