Kontras: Presiden Tidak Sensitif

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Kontras Haris Azhar menilai, Presiden tidak menunjukkan sensitivitasnya terhadap persoalan hak asasi manusia, para korban pelanggaran HAM, dan penderitaan mereka.

Menjawab tuntutan korban yang telah disampaikan lewat surat kepada Presiden adalah hak-hak konstitusional. Jadi, membalas surat para korban sesungguhnya merupakan kewajiban Presiden, katanya.

Sebaliknya, membalas surat Muhammad Nazarudin dinilai lebih merupakan tindakan membangun citra. Seolah-olah dia berdiri di atas semua golongan, di atas Anas Urbaningrum (Ketua Umum Partai Demokrat), Nazaruddin, dan sebagainya. Namun, dia lupa bahwa negeri ini memiliki banyak masalah dan ada banyak orang yang sudah mengirim surat kepada Presiden, tetapi tidak pernah dibalas, ujar Haris, Selasa (23/8/2011).

Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa menyatakan, mengirim surat balasan kepada Nazaruddin merupakan sesuatu yang mendesak sehingga perlu segera dilakukan oleh Presiden. "Ini sesuatu yang mendesak karena menjadi perhatian publik," ujarnya, Senin, saat ditanyai mengapa Presiden begitu cepat membalas surat Nazaruddin, tetapi sebaliknya, belum membalas surat dari para korban pelanggaran HAM.

Selaku Presiden Republik Indonesia, Yudhoyono, Minggu lalu, mengirim surat balasan kepada Nazaruddin, tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang. Surat dibawa kurir ke Rumah Tahanan Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, tempat Nazaruddin ditahan. Nazaruddin beberapa hari sebelumnya mengirimkan surat kepada Presiden, antara lain meminta jaminan perlindungan untuk istrinya, Neneng Sri Wahyuni, dan anak-anaknya.

Pada Minggu, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, surat yang juga diungkapkan kepada publik itu dimaksudkan untuk memberi tahu rakyat Indonesia duduk persoalan yang sebenarnya.

Pada pertengahan pekan lalu, Kontras bermaksud mengantarkan lebih dari 1.200 surat korban pelanggaran HAM se-Indonesia kepada Presiden. Namun, Presiden tidak bisa menerimanya sehingga surat terpaksa hanya diberikan kepada Sekretariat Negara. Inti isi suratnya ialah meminta Presiden mengupayakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM secara bermartabat.

Waktu itu, Ketua Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Yati Andriyanti menjelaskan, Kontras juga sudah 100 kali mengirim surat kepada Sekretariat Negara, meminta agar ada upaya penyelesaian kasus HAM.

"Kami pun telah melakukan 200 kali aksi Kamisan (demonstrasi korban pelanggaran HAM di depan Istana Merdeka setiap hari Kamis). Namun, tidak ada respons berarti dari pemerintah," ucap Yati.