THR Medco Timah Panas

THR Medco Timah Panas  

Kurang dari seminggu sebelum hari Raya Iedul Fitri, PT. Medco tidak penuhi janji terdahap masyarat Desa Kolo Bawah Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah namun dengan bantuan polisi, PT.Medco telah memberikan THR kepada warga berupa timah panas hingga menyebabkan dua orang warga meregang nyawa, satu orang keritis dan lima orang luka tembak. 22 orang termasuk lima orang tertembak saat ini ditahan oleh Polda dan 17 orang warga belum diketahui keberadaannya.

Berbeda dengan keterangan polisi yang disampaikan melalui media masa bahwa penembakan terjadi sebagai pembelaan diri karena masa melakukan tindakan anarkis. Pernyataan tersebut perlu diluruskan secara jujur karena menurut nara sumber kami dilapangan, apa yang disampaikan oleh Kapolda sama sekali tidak benar. Apa yang terjadi sesungguhnya merupakan titik puncak kekecaawan warga atas janji-janji yang disampaikan PT. Medco sejak tahun 2008. Padahal Medco telah melakukan penambangan minyak sejak tahun 2005. Namun fakta yang sesunguhnya tidak sedikitpun masyarakat desa sekitar mendapat manfaat atau bahkan kesejahteraan. Melainkan yang terjadi adalah tindakan ketidakadilan dan kriminalisasi ketika warga menuntut hak mereka.

Merupakan suatu tindakan yang lazim dilakukan oleh masyarakat di manapun di Indonesia dalam menyampaikan pendapat khususnya terkait penagihan janji yang tidak terpenuhi atau karena mendapat perlakuan buruk dari pihak tertentu. Demikian pula hal yang sama dilakukan oleh warga Desa Kolo Bawah Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah terhadap Perusahaan minyak Joint Operating Body (JOB) yaitu PT. Pertamina – PT.Medco E&P Tomori yang beroperasi sejak tahun 2005

Masyarakat Desa Kolo Bawah telah menginginkan lama agar janji perusahaan sejak  2008 segera direalisasikan. Namun janji tersebut tinggal janji hingga jatuhnya dua korban jiwa. Tanpa harus berjanji sekalipun, perusahaan sesungguhnya berkewajiban menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam UU No.40 tahun 2007. Tanggung jawab sosial ini bukan dijalankan dengan sukarela melainkan wajib, sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada 15/4/2007.

Apa yang dimintakan oleh warga Desa Kolo Bawah tidaklah berlebihan bila mengacu kepada undang-undang dimaksud. Dan justeru menjadi pertanyaan besar jika perusahaan sekelas Medco tidak menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana pula diamanatkan oleh UU No.40/2007. Kami sangat prihatin dan mengecam keras kondisi dan praktik demikian, karena dengan dikurasnya minyak di Bumi Sulawesi Tengah harusnya membawa kesejahteraan kepada warga sekitar sebagaimana pula diamanatkan oleh UUD 1945. Kenyataan malah berbicara lain, menepati janjipun tidak mampu, logikanya mana mungkin rakyat akan sejahtera.

Sebagai masyarakat yang menggantungkan sumber kehidupan dari hasil laut dan sejak PT. Medco beroperasi, masyarakat nelayan telah mengalami kesulitan karena laju geraknya terbatas oleh areal penambangan minyak. Ini pula salah satu penyebab nelayan tidak beranjak dari kemiskinan. Padahal, Mahkamah Konstitusi juga telah memutuskan bahwa negara harus memenuhi dan menjamin hak-hak konstitusional nelayan sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, yakni (1) hak untuk melintas (akses melaut); (2) hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat; dan (3) hak untuk mengelola sumber daya kelautan dan pesisir berdasarkan tradisi dan kearifan lokal yang telah dijalani secara turun-temurun. Bersama dengan penegasan hak-hak konstitusional nelayan itulah, Mahkamah Konstitusi membatalkan HP-3 (Hak Pengusahaan Perairan Pesisir) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana diatur sebelumnya di dalam UU Nomor 27 Tahun 2007.

Menjadi pertanyaan bersama kami pula mengapa pihak kepolisian (Brimob) selalu dengan gampang menembaki warga dan sungguh heran karena aparat melakukan pengejaran dan penembakan ditengah laut disaat masa pulang menuju kampung pasca aksi 22/8. Dalam insiden berdarah itu, Sdr. Marten meninggal saat dirujuk kerumah sakit dan menyusul Yuripin. Saat ini pula Andri Muhamad dalam posisi kritis setelah dada kanannya tertembak, dan masih terdapat lima orang lagi yang mengalami luka tembak.

Keberutalan ini sungguh menyimpang dari ajaran-ajaran Pancasila dan bangsa yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Kekerasan semacam ini sepertinya sudah lumrah dilakukan oleh pihak Kepolisian dan tanpa merasa berdosa, karenanya pada kesempatan ini kami mengutuk keras tindakan sewenang-wenang ini. Kamipun mendesak dan menuntut segara;

1.  Meminta Komnas HAM melakukan investigasi tindak pelanggaran HAM dengan melibatkan parapihak dan organisasi masyarakat sipil.
2.  Meminta Kapolri untuk melakukan pengusutan tentang dugaan tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Polres Morowali dan Polda Sulawesi Tengah. Hal ini penting dilakukan mengingat informasi yang kami miliki berbeda dengan keterangan yang telah disampaikan oleh kepolisian di Morowali dan Palu.
3. Menuntut diberhentikannya operasi Medco sampai dengan adanya kesepakatan baru dengan warga
4. Mendesak POLRI untuk membebaskan seluruh warga yang ditahan
5. Memberikan pengobatan secepatnya terhadap korban tertembak dan luka-luka dibawah perlindungan tanpa intimidasi
6. POLRI menjelaskan 17 warga yang belum diketahui keberadaannya
7. Menuntut mundur Kapolres Morowali

Demikian kami nyatakan agar menjadi perhatian penting seluruh aparatur negara khususnya Polri agar berhenti melakukan tindak pelanggaran HAM melainkan menjujung dan melaksanakan pemenuham Hak Asasi Manusia itu sendiri.

Jakarta, 24 Agustus 2011

WALHI, KONTRAS, HUMA, YLBHI, AMAN, SPI, IHCS, IHI, KIARA, JATAM, KPA, SAWIT WATCH, ELSAM, IMPARSIAL, KPSHK, JKPP, LIMA, SOLIDARITAS PEREMPUAN, SHI, PILNET