Penangkapan dengan disertai Penyiksaan Warga Sipil oleh Polisi/TNI, Memperburuk Situasi Papua

Penangkapan dengan disertai Penyiksaan Warga Sipil oleh Polisi/TNI, Memperburuk Situasi Papua

KontraS mengecam praktek buruk penegakan hukum dengan cara penyiksaan dan kriminalisasi yang dilakukan oleh Polisi di Papua terhadap sejumlah warga sipil di Papua. Tindakan ini merupakan pelanggaran HAM yang berat yang sepatutnya dihindari karena bertentangan dengan sejumlah aturan hukum.

Penyiksaan dan kriminalisasi tersebut terjadi pada saat bersamaan dengan hari lebaran 31 Agustus dan dilakukan pada pagi dini hari dengan disertai oleh serangkaian tindakan kekerasan. Tindakan ini dilakukan terhadap 15 orang warga sipil Papua. Penyiksaan terjadi disaat penangkapan yang dilakukan oleh Polisi dengan tanpa prosedur hukum yang layak. Selengkapnya bisa dilihat di lampiran kronologis.

Tindakan kriminalisasi terhadap mereka yang ditahan juga dilakukan tanpa bukti hukum kredibel dan tajam mengarah pada tindakan yang dituduhkan. Kami khawatir bahwa ini adalah bagian dari stigma buruk terhadap warga sipil Papua yang berkembang diaparat penegak hukum seperti Polisi/TNI.

Praktek buruk berupa penyiksaan ini merupakan tindakan tidak manusiawi yang bertentangan aturan hukum di Indonesia. UU nomor 5 tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan menyatakan bahwa Indonesia terikat dengan Konvensi anti penyiksaan Internasional. Dengan demikian semua entitas hukum dan keamanan, terutama Polri, wajib menghindari praktek tersebut dan menghukum pelakunya jika ada yang melakukan (pasal 1 dan pasal 2). Demikian juga dengan UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang melarang penyiksaan (pasal 33).

Bagi Polri sendiri tindakan penyiksaan dan kriminalisasi ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan aturan internal Polri (Perkap No. 8 tahun .2009) yang menyatakan secara tegas dan jelas larangan melakukan penyiksaan.

Secara umum peristiwa ini mengindikasikan bahwa, pertama, penyiksaan dan kriminalisasi masih menjadi bagian dari praktek kerja Polri dalam mencari keterangan (baca: Pengakuan) dari orang sipil yang disangkakan melakukan kejahatan. Kedua, tindakan ini jelas merupakan modus atau pengulangan atas praktek-praketk penyiksaan sebelumnya, bahkan yang terjadi di Papua. Khusus bagi TNI, turut serta dalam penangkapan jelas merupakan diluar tugasnya. Tahun lalu, kita dikejutkan oleh video pendek amatir yang dimuat di Youtube memperlihat praktek penyiksaan oleh anggota Brimob dan TNI terhadap sejumlah orang yang dituduh sebagai bagian dari OPM (Organisasi Papua Merdeka).

Dalam konteks Papua tindakan ini memperburuk kepercayaan warga sipil Papua terhadap Polri. Dalam beberapa waktu terakhir praktek kekerasan terjadi meluas di Papua (ada 16 orang ditangkap pada 2010, 7 diantaranya di Manokwari pada Desember 2010). Upaya yang harus dilakukan untuk situasi ini adalah mendorong kepercayaan antara berbagai pihak; pemerintah, kelompok terorganisir pro kemerdekaan Papua, masyarakat sipil dan adat dan berbagai pihak lainnya. Untuk itu diperlukan upaya membangun kepercayaan dan profesionalitas serta penghormatan batas-batas minimal nilai-nilai demokratik, seperti hukum dan hak asasi manusia. Mempraktekan penyiksaan justru menjauhkan agenda dialog damai Papua.

Atas situasi ini, kami meminta agar Kompolnas dan Komnas HAM segera melakukan investigasi atas tindakan penyiksaan di Papua ini. Harus dipastikan bahwa paska ditemukan bukti yang cukup maka praktek buruk ini harus diteruskan ke proses hukum. Tindakan ini menjadi penting untuk menunjukkan bahwa tidak ada diskriminasi hukum antara warga sipil Papua yang rentan perlindungan hukum dengan aparat hukum yang seolah-olah menjadi pahlawan karena yang ditindak dituduh separatis. Situasi ini juga seharusnya menjadi momentum bagi Polri untuk memperbaiki perilaku dan kebijakannya yang sangat longgar hingga penyiksaan sering dilakukan oleh anggota-anggotanya. Sementara bagi pemerintah (SBY) kami mengingatkan kembali bahwa ketidak jelasan kebijakan pemerintah terhadap Papua berakibat pada ancaman keamanan dan hak hidup orang Papua.





Jakarta, 3 September 2011





Hormat Kami





Haris Azhar(Eksekutif Nasional KontraS)

Dorus Wakum(Ketua Kampak)

Kronologis Penangkapan warga sipil di Papua (unduh)