Perkembangan Peristiwa Tiaka Sulteng: Komnas HAM dan Kompolnas Harus Pastikan Penghukuman kepada Anggota Polri yang Melakukan Tindakan Pelanggaran Hukum dan Hak Asasi Manusia

Perkembangan Peristiwa Tiaka Sulteng : Komnas HAM dan Kompolnas Harus Pastikan Penghukuman kepada Anggota Polri
yang Melakukan Tindakan Pelanggaran Hukum dan Hak Asasi Manusia

KontraS meminta Komnas HAM dan Kompolnas untuk membentuk tim dan melakukan investigasi mendalam terhadap peristiwa penembakan yang dilakukan oleh anggota Polres Morowali kepada warga di Tiaka, Sulawesi Tengah yang menewaskan 2 orang warga, pada 22 Agustus lalu serta penanganan kepada warga yang kemudian ditangkap dan dibawa ke Polda Sulawesi Tengah, hingga hari ini, 4 September 2011.

Perlu menjadi perhatian bersama bahwa fakta-fakta yang disampaikan masyarakat berbeda dengan fakta versi kepolisian yang disampaikan kepada publik. Khususnya berkenaan dengan fakta tentang penyanderaan anggota Polri dan TNI yang dijadikan justifikasi terhadap penembakan kepada masyarakat serta tahapan anggota Polri dalam penanganan aksi massa. Jika kepolisian hanya melakukan pemeriksaan internal, kami mengkhawatirkan temuan fakta masyarakat justru diabaikan dalam proses tersebut. Oleh karenanya keterlibatan aktif Komnas HAM dan Kompolnas sangat signifikan sebagai pihak yang independen untuk melakukan penyelidikan dan mengungkap fakta sebenarnya dalam peristiwa tersebut.

Hingga saat ini, sebanyak 16 orang warga masih ditahan di Polda Sulawesi Tengah. Sebanyak 4 orang warga yang masih anak-anak ditangguhkan penahanannya dan 2 orang dilepaskan karena tidak ada bukti. Berdasarkan kesaksian warga, mereka mendapatkan tindakan kekerasan, penyiksaan dan tindakan yang merendahkan martabat manusia oleh anggota Polri. Sejak ditangkap di Morowali pada 22 Agustus sore hingga dibawa ke Polda Sulawesi Tengah 24 Agustus pagi, kebanyakan warga mendapatkan tindak kekerasan fisik (dipukul pada bagian kepala, wajah dan badan dengan menggunakan popor senjata). Warga baru diberi makan di Luwuk pada 23 Agustus pagi dan dibiarkan tetap menggunakan celana dalam dan baru diberikan baju pada siang hari tanggal 24 Agustus 2011. Almarhum Yurifin, warga yang meninggal karena ditembak juga diinjak-injak oleh Brimob Polres Morowali. Sementara Halik, mahasiswa Universitas Tompotika mengalami luka tembak di bahu kiri, betis kiri dan kepala terserempet peluru. Taslim, warga lainnya mengalami luka tembak di lengan sebelah kanan dan pukulan di kepala dengan memakai popor senjata. Sebanyak 3 orang masih dirawat di RS Bhayangkara. Tindakan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia sehingga Komnas HAM harus mendalami fakta ini.

Sejak warga ditahan di Polda Sulawesi Tengah, pengacara warga yang tergabung dalam Tim Advokasi Rakyat Marowali Bersatu kesulitan untuk mendapatkan akses kepada para warga. Padahal tim pengacara telah mendapatkan kuasa dari keluarga serta bertemu langsung dengan Kapolda Sulawesi Tengah. Tetapi pihak Polda Sulawesi Tengah tetap menunjuk pengacara tersendiri. Hal ini semestinya tidak terjadi karena berlawanan dengan prinsip pemeriksaan secara adil dan jujur (fair trial). Kami meminta Kapolda Sulawesi Tengah untuk membuka akses bantuan hukum kepada para warga sehingga jaminan hukum dan hak asasi mereka bisa tetap terawasi.

Kami menyambut langkah cepat Polda Sulawesi Tengah dan Mabes Polri untuk melakukan pemeriksaan internal di Sulawesi Tengah. Hingga saat ini, sebanyak 19 anggota Polri dari Brimob (12 orang) dan Polres Morowali (7 orang) telah mendapatkan sanksi disiplin, sementara Kapolres Morowali mendapatkan sanksi teguran. Sanksi ini tentu belum cukup mengingat peristiwa yang terjadi adalah tindak pidana dan pelanggaran hak asasi. Semestinya, para pelaku mendapatkan sanksi indisipliner dan pidana. Meski demikian, hasil pemeriksaan internal ini telah menunjukkan adanya pelanggaran hukum dari anggota Polri pada peristiwa tersebut dan harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh Komnas HAM dan Kompolnas.
Kami meminta Polda Sulawesi Tengah untuk membuka diri terhadap pemeriksaan Komnas HAM dan Kompolnas sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik. Jika ditemukan adanya pelanggaran terhadap tindakan pidana dan pelanggaran HAM maka anggota Polri yang melanggar prosedur dan hak asasi manusia harus dikenakan sanski pidana yang tegas.

Jakarta, 4 September 2011

Badan Pekerja,



Indria FernidaSinung Karto
Wakil I KoordinatorDivisi Advokasi, Hukum dan HAM)