Kontras: UU Penanganan Konflik tidak Penting

JAKARTA–MICOM: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menegaskan Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial (UU PKS) belum darurat untuk digolkan di Badan Legislasi DPR. Penanganan konflik sosial di Indonesia seharusnya lebih dititikberatkan pada profesionalisme aparat, bukan kuantitas undang-undang.

"Penanganan konflik memang urgent, tetapi UU ini enggak urgent," cetus Koordinator Kontras Haris Azhar, saat ditemui, di Jakarta, Selasa (6/9).

Menurutnya, berdasarkan beberapa kasus yang ditangani Kontras, aparat selama ini masih bermain di pusaran konflik. Hal itu berupa kedekatan dan keberpihakan kepada salah satu pihak, atau bahkan menjadi pemicu terbakarnya konflik di masyarakat.

"Di Poso, Sampit, dan Ambon, jelas ada keterlibatan aparat. Seharusnya mereka netral. Tetapi kebanyakan tidak, (akibat) dasarnya agama, etnis, dan bisnis," selorohnya.

Sehingga, bagi Haris, hal pertama yang mesti dibenahi adalah soal netralitas dan juga keberanian negara menindak aparat, baik kepolisian maupun TNI, yang terlibat dalam konflik sosial.

Terlebih, definisi konflik di masyarakat pun dikhawatirkan semakin dikaburkan melulu ke arah sosial. Padahal, akar masalah konflik ini terbilang kompleks.

"UU 10 biji pun kalau cara membacanya masih berpihak, aparatya masih terlibat, negara bisa apa?" tukasnya.

Sebagaimana diketahui, Badan Legislasi DPR tengah memproses RUU PKS ini. RUU yang merupakan usul inisiatif DPR ini masuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2011.

Pertimbangan penyusunan regulasinya adalah akibat semakin meluasnya konflik sosial di berbagai daerah beberapa tahun belakangan ini. (*/OL-10)