7 Tahun Kasus Munir, Presiden Jangan Diam

Jakarta – Hari ini 7 tahun lalu, Munir Said Thalib tewas dibunuh dalam perjalan dari Jakarta menuju Amsterdam. Tujuh tahun berlalu tidak juga membuat kasus pembunuhan aktivis HAM itu terang benderang. Presiden dan aparat hukum diminta jangan diam.

"Kami khawatir, jika Presiden SBY diam dan aparat hukum yang berwenang bisu, maka kasus Munir akan terus dihapus dari catatan proses hukum. Para pelaku akan bebas, secara fisik maupun politik, yang berarti tidak ada koreksi atas kejahatan tersebut bagi masa depan hukum dan keadilan di Indonesia. Para pekerja HAM akan terus berada di bibir buas para penjahat HAM," ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar.

Hal itu dikatakan Haris lewat pertanyataan tertulis kepada detikcom, Rabu (7/9/2011). Pada 7 September 2004, di atas pesawat Garuda Indonesia yang membawanya dari Jakarta ke Amsterdam, Munir (38), tewas dengan cara diracun. Terdapat kandungan arsenik belebih dalam tubuhnya.

"Tepat 7 September tepat 7 tahun Munir dibunuh secara biadab lewat sebuah operasi intelijen yang terorganisir. Kecaman patut ditujukan ke pemerintahan saat ini karena hilangnya agenda penuntasan kasus Munir dari prioritas kerja pemerintahan SBY," kata Haris.

KontraS mencatat, dalam 7 tahun ini ada begitu banyak dinamika dalam kasus Munir. Namun, katanya, terutama sejak 3 tahun belakangan, agenda keadilan berujung pada pelemahan hukum terhadap para individu yang patut dimintai pertanggung jawaban.

"Pengadilan (MA) membebaskan Muchdi Purwoprandjono, Pollycarpus diberi remisi bertubi atas alasan yang tidak jelas," kecam Haris.

Menurut Haris, kemandirian judisial dan kebijakan KemkumHAM tidak berarti bebas dari rasa keadilan korban, yakni istri dan anak-anak Munir. "Tapi harus sesuai dengan konstitusi (prinsip fair trial) dan kepantasan di mata rakyat di mana semua kejahatan yang dilakukan oleh agen atau pejabat negara kerap berujung lepas dan ringan hukuman," ujarnya.

Sudah sepantasnya, kata Haris, memasuki umur kasus Munir yang ke-7, Presiden, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Menteri Hukum HAM duduk bersama mengevaluasi kemajuan kasus ini dan memastikan keadilan terpenuhi.

"Kalau saja staf ahli bidang hukum, HAM dan pemberantasan korupsi bisa membuat catatan bersama soal korupsi seperti di akhir tahun lalu, lalu mengapa koordinasi hukum atas kasus Munir tidak dilakukan? Staf ahli presiden bidang tersebut di atas dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bisa menginisiasi segera," pinta Haris.