Mochtar Pabottingi: Munir adalah Pejuang

JAKARTA–MICOM: Memperingati 7 tahun tewasnya Munir Said Thalib harus mendapatkan perhatian khusus, terutama pentingnya mengabadikan Munir sebagai mahaputra sejati.

Apalagi, rezim pemerintahan saat ini terlalu pengecut dalam menyelesaikan kasus-kasus HAM.

Hal ini menjadi benang merah dari orasi budaya yang dilakukan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Mochtar Pabottingi di halaman kantor Kontras, Jakarta, Rabu (7/9).

"Kenangan memerlukan semacam definisi. Bagaimana kita menjelaskan pesan dan warisan terbajik sebagai penyimpul dari hidup saudara kita tercinta, Munir Said Thalib," kata Mochtar, dalam orasinya.

Tarikan-tarikan wajah Munir yang tampak selalu bersedih merupakan hal yang paling diingat Mochtar.

"Seperti abadi melankolia," ujar Mochtar.

"Jauh lebih baik dan lebih pantas bagi Munir jika kita mengenangnya tidak sebagai korban melainkan sebagai pahlawan. Tidak sebagai aktivis melainkan sebagai pejuang," ujar Mochtar.

Menurutnya, Munir adalah pahlawan bagi rangkaian perampasan kemerdekaan yang ditanganinya sepanjang orde baru.

"Dia (Munir) adalah pahlawan bagi saudara-saudara kita di Papua dan dulu juga di Timor Timur, dan dia tetap seperti itu di era reformasi," ujarnya.

Munir, di mata Mochtar, telah memberikan teladan nyata bahwa berepublik berarti berbagi dan berkiprah dalam kesetaraan.

"Dia penolak paling depan dari tiap pengastaan antarwarga negara," ujarnya.

Mochtar sendiri mengingatkan kematian Munir bukanlah akhir dari perjuangan penegakan HAM.

"Maka jika kalangan bersenjata dan atau berkuasa di negeri ini mengira bahwa mereka telah berhasil membunuh Munir, mereka keliru besar dan berkubang dalam penipuan diri sendiri," ujarnya.

Alih-alih membunuh Munir, kata Mochtar, para pembunuh justru semakin menyempurnakan pancaran cahaya seorang mahaputra sejati di Tanah Air.

"Munir memang sudah menjadi tulang belulang, Munir memang sudah mengerangka. Akan tetapi, dia mengerangka dalam kerangka," ujar Mochtar.  (*/OL-10)