Setelah 27 Tahun Kasus Tanjung Priok Belum Juga Tuntas

Dua puluh tujuh tahun berlalu, kasus pembantaian di Tanjung Priok, 12 hingga 13 September dinihari, tahun 1984, belum juga tuntas. Hanya sebagian korban berdamai dengan pelaku dalam apa yang disebut "islah."

LSM HAM KontraS menyoalkan Pengadilan ad-hoc HAM tahun 2003-04 dan Pengadilan Jakarta 2006, yang membebaskan dua terdakwa utama, Komandan Polisi Militer Jakarta, Pranowo, dan mantan Kepala Seksi Operasi Kodim Jakarta Utara, Sriyanto.

Ratusan anggota masyarakat menjadi korban ketika mereka menuntut kembalinya empat anggota musholla yang diculik. Berikut keterangan saksi Ibu Yeti alias Wanmeiyeti, pada rekan Aboeprijadi Santoso, mengenai apa yang terjadi pada malam itu:

Provokator
Menurut Ibu Yeti, malam itu ada orang berbaju hitam, mengendarai sepeda motor, yang tidak dikenal oleh penduduk setempat. Ibu Yeti menganggap orang ini seorang provokator. Dia ini lah yang menyuruh penduduk agar bergerak menuju daerah Koja. Dan di Koja inilah, orang-orang membakar dan menjarah beberapa toko.

Padahal, maksud penduduk semula adalah bergerak menuju Kodim, untuk meminta pembebasan empat orang anggota musholla di lingkungan tempat tinggal mereka, yang sedang ditahan. Rombongan dipimpin oleh Amir Biki.

Sebelumnya, usai mendengarkan ceramah, rombongan sebenarnya hanya akan mendatangi kantor Kodim. Ternyata tentara sudah menghadang, di muka kantor Polres, di persimpangan Jalan Jos Sudarso.

Suasana Perang
Tentara yang datang jumlahnya beberapa truk, dengan persenjataan lengkap. Termasuk kendaraan lapis baja. Malam itu, seperti akan berlangsung perang saja. Dan memang, malam itu terjadi banjir darah.

Dua hari sebelum peristiwa ini terjadi, tentara sudah tampak mundar mandir di lokasi kejadian, di wilayah Sindang. Dan esoknya, pada hari kejadian, kendaraan lapis baja sudah diparkir di sana.

Dengan demikian, kami menduga, semua ini sudah ada yang merencanakan. Anehnya lagi, ada berita mengenai perintah pihak militer, untuk menggali lubang kuburan pada pukul sembilan malam. Tempatnya di Kramat Ganceng, tepatnya di Pondok Ranggon.

Ketika itu, lurah, penggali dan penduduk setempat, sempat bertanya pada pihak militer, lubang ini untuk apa. Jawaban pihak militer, ini buat latihan tentara. Sembari menambahkan, agar jangan terlalu banyak bertanya-tanya. Lurah, penggali lubang dan penduduk tersebut sekarang masih hidup.

Sekitar pukul tiga malam, datang beberapa truk, melemparkan mayat ke dalam lubang tersebut. Mereka semua, baru menceritakan hal ini, pada masa reformasi, setelah Presiden Soeharto mundur.

Skenario Pembantaian
Menurut Ibu Wanmeiyeti, pembantaian berlangsung sistematis. Sampai ke gang gang pun orang dikejar dan ditangkap. Yang lain, yang tidak berhasil menyelamatkan diri, dibantai.

Jazad para korban yang bergeletakkan, antara lain dikeruk menggunakan buldozer sampah. Dilempar ke truk-truk tentara. Truk ini bertolak menuju RSPAD. Di sana dipilah-pilah, korban yang pingsan dan yang sudah meninggal.

Kemudian datang L.B. Murdani dan Try Sutrisno. Mereka berkata, inilah akibatnya kalau kalian berbuat seperti itu.

Aboeprijadi Santoso: Korban yang jatuh sekitar 400 orang, bagaimana itu bisa terjadi dalam waktu sedemikian singkat?

Ibu Wanmeiyeti: Karena, pada saat pembantaian lampu jalan pun dimatikan. Saat rombongan sedang bernegosiasi, tentara sudah menghadang di sepanjang Jalan Yos Sudarso. Jalan sepenuhnya ditutup. Tidak ada kendaraan yang lewat. Tentara memenuhi bagian kanan dan kiri jalan. Mobil tentara berjejer di tengah jalan.

Pada saat lampu jalan mati, terdengar perintah … tembak … tembak … mana Amir Biki … Tentara menembak dengan posisi berdiri. Mereka mengarahkan tembakan ke bawah dan pada arah ketinggian dada.

Aboeprijadi Santoso: Berapa jumlah orang yang hilang?

Ibu Wanmeiyeti: Ratusan. Karena banyak juga mayat yang dibuang ke perairan Kepulauan Seribu. Ada juga yang dikubur secara massal. Dan di Kramat Ganceng itu sendiri, menurut pengakuan Try Sutrisno, ditemukan empatbelas jenazah.

Ada yang bilang jenazah dibuang ke laut. Ada juga yang bilang dikuburkan secara massal. Kami sudah berusaha mencari seorang pilot yang ikut menerbangkan jenazah tersebut. Dan berhasil menemukan nama, dan alamat rumahnya.

Pada saat pilot tersebut harus menghadap ke Kejaksaan Agung, ternyata ia menghilang begitu saja.