Kontras Desak Kapolri Usut Penembakan di Freeport

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo agar mengusut tuntas peristiwa penembakan dan tindakan kekerasan yang terjadi dalam aksi para pekerja Freeport.

"Kontras mendesak Kapolri untuk secepatnya melakukan tindakan-tindakan hukum melakukan penyelidikan yang menyeluruh terhadap peristiwa penembakan dan tindakan kekerasan yang terjadi dalam aksi tanggal 10 Oktober 2011," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras, Haris Azhar, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin malam.

Kontras mengecam penembakan yang dilakukan terhadap para pekerja Freeport yang sedang mengupayakan negosiasi dengan pihak manajemen PT Freeport Indonesia. Menurut LSM tersebut, dalam aksi yang digelar Senin (10/10) ini, para pekerja memprotes kebijakan manajemen karena menerima pekerja baru untuk menggantikan pekerja yang sedang melakukan aksi mogok kerja.

Kontras memandang peristiwa penembakan dan kekerasan itu merupakan intervensi dan ancaman serius Polri terhadap hubungan sengketa industrial sebagaimana dijamin UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

LSM menilai bahwa pemerintah khususnya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi semestinya mengambil peran untuk memastikan hak-hak dasar para pekerja dipenuhi oleh UU tersebut, termasuk hak melakukan pemogokan kerja yang dilakukan sesuai prosedur hukum (pasal 137).

Sementara dalam Pasal 143 UU tersebut dijelaskan bahwa tidak seorang pun dapat menghalang-halangi aksi pemogokan kerja yang dilakukan oleh para pekerja. Sedangkan dalam Pasal 144 disebutkan bahwa tidak boleh menggantikan para pekerja yang sedang melakukan pemogokan dan tidak boleh memberikan sanksi dalam bentuk apapun kepada para pekerja yang sedang melakukan pemogokan secara sah.

Kontras berpendapat peristiwa penembakan dan tindakan kekerasan berpotensi melanggar sejumlah peraturan seperti Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan tugas Polri, UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri, dan UU No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Ratifikasi Konvensi Hak – Hak Sipil dan Politik.

Untuk itu, selain mendesak agar Kapolri mengusut tuntas, Kontras juga mendesak agar proses hukum dipastikan tidak memihak, kredibel, akuntabel, dan transparan terhadap pelaku penembakan dan kekerasan.

Terkahir, Kapolri juga didesak untuk memastikan agar institusi yang dipimpinnya menjaga independensinya dalam sengketa hubungan industrial sehingga tidak memicu terjadinya berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hukum lainnya.