Aktivis HAM Kecam Status Siaga Papua

TEMPO Interaktif, Jakarta – Mantan Koordinator KontraS, Usman Hamid, mengecam pemberlakuan status siaga untuk Papua. Status ini diberikan setelah serangkaian aksi kekerasan yang menimbulkan korban jiwa. Terakhir, insiden penembakan Kepala Polres Mulia Ajun Komisaris Dominggus Awes pada Senin lalu.

"Pendekatan itu hanya membuat pembenaran bagi penggunaan pasukan yang membuka jalan kekerasan," kata Usman dalam keterangan pers di kantor KontraS, Selasa, 25 Oktober 2011. Dia menambahkan, pemberlakuan status siaga oleh Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo justru menunjukkan ketegangan keamanan di wilayah ini.

Menurut dia, status itu belum layak diberlakukan. Usman menganggap situasi Papua masih bisa dikendalikan secara normal. "Ancaman keamanan tidak menunjukkan skala yang masif, meski ada penembakan ke polisi. Itu sporadis," kata Usman.

Ia menyarankan pendekatan dialog damai dengan seluruh komponen masyarakat lebih dikedepankan. "Penggunaan kekuatan keamanan bertentangan dengan pendekatan hati yang sebelumnya diutarakan Presiden untuk selesaikan masalah Papua," tegasnya.

Permasalahan utama rakyat Papua, kata Usman, tidak sama antara daerah satu dan wilayah lainnya. Seperti kasus buruh PT Freeport Indonesia, yang juga menimbulkan korban jiwa. Para buruh lebih menuntut kesejahteraan kepada perusahaan tambang, ketimbang insiden di Abepura, Jayapura.

Namun tuntutan itu wajar. Menurut Usman, hasil tambang Freeport yang melimpah hanya sedikit yang bisa dinikmati oleh penduduk Papua. "Padahal konstitusi dengan tegas menyatakan sumber daya alam itu seharusnya dikuasai dan dimanfaatkan untuk hajat hidup orang banyak oleh negara."

Benny Soesatyo dari Konferensi Wali Gereja Indonesia menambahkan, dialog damai menjadi solusi penyelesaian masalah Papua. Kekerasan semakin memperparah keadaan. "Kami butuh ketegasan Presiden untuk berani hentikan kekerasan," kata dia. "Karena kalau tidak, masyarakat Papua akan melepaskan diri. Jangan sampai seperti Timor Timur."