KontraS: Perlakuan Paspampres Terhadap Ikbal Berlebihan

Menurut Kontras, setidaknya tercatat dua kali tindak kekerasan dan aksi berlebihan dari anggota Paspampres sepanjang September-Oktober 2011.

Tindakan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) terhadap Ikbal Sabarudin, aktivis Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Hima Persis), karena nekat nyelonong dan membentangkan poster di hadapan Wakil Presiden Boediono dinilai berlebihan.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam insiden tersebut yang terjadi pada saat peringatan hari sumpah pemuda di lapangan Siliwangi Bandung, 28 Oktober 2011 lalu.

Saat itu, Ikbal berlari dan membentangkan poster namun terhenti karena langsung disergap oleh anggota Paspampres dan mendapatkan pukulan dan tendangan. Akibatnya Ikbal mengalami luka-luka pada bagian kepala dan memar beberapa bagian tubuh.

"Kami memandang, tindak kekerasan terhadap Ikbal tidak perlu terjadi, jika Paspampres bersifat lebih profesional khusunya dalam menjalankan aturan protokoler. Jika Ikbal dinilai bersalah, maka anggota Paspampres cukup melakukan penangkapan dan untuk penyidikan lebih lanjut dapat diserahkan ke Polri, sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum untuk menegakkan hukum," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, di Jakarta, hari ini.

Menurut Kontras, setidaknya tercatat dua kali tindak kekerasan dan aksi berlebihan dari anggota Paspampres sepanjang September-Oktober 2011.

Sebelumnya, pada 7 September 2011 anggota Paspampres yang berjaga di Istana Negara memukul dan menendang para aktivis HAM yang sedang memperingati 7 tahun meninggalnya Almarhum Munir. Beberapa aktivis mengalami luka dan trauma.

Menurut Haris, dua peristiwa tersebut mengindikasikan bahwa watak dan budaya kekerasan masih menjadi karakter Paspampres.

Semestinya, pasukan itu harus memiliki profesionalisme yang tinggi dan memiliki pengetahuan yang baik tentang Hak Asasi Manusia, tanpa mengurangi ketegasan dan amanat tugas utama yang diemban yakni melindungi keselamatan presiden dan wakil presiden.

Oleh karena itu, untuk memperbaiki profesionalisme dan watak Paspampres, Kontras mendesak Presiden, Wakil Presiden, dan Panglima TNI untuk mengevaluasi penerapan aturan protokoler.

Evaluasi itu harus menyentuh aspek teknis karena muara pelanggaran dan tindakan berlebihan terjadi pada wilayah teknis implementasi aturan.

"Selebihnya, jika terjadi pelanggaran berupa tindak kekerasan dan tindakan tidak manusiawai lainnya, maka kami mendesak untuk dilakukan proses hukum baik hukum disiplin internal maupun hukum pidana, sehingga memberikan efek jera dan berkontribusi positif bagi perubahan watak dan karakter Paspampres," kata Haris.