Kontras: Brutalitas dan Kekerasan Melukai HAM

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) menyatakan sepanjang tahun 2011 masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masih menjadi permasalahan yang sulit untuk selesaikan di Indonesia. Diantaranya masalah tindak kekerasan di Aceh dan Papua yang belakang sering terjadi peristiwa penembakan dan pembunuhan. Peristiwa kekerasan yang berkepanjangan ini justru terjadi antara kelompok masyarakat satu dengan yang lain, dengan pembiaran oleh pemerintah. Hal ini disampaikan KontraS bertepatan dengan Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia, Sabtu (10/12/2011).

Perjuangan orang-orang biasa ini (korban pelanggaran HAM) kerap terbentur dengan potensi kekerasan dan brutalitas yang kini tidak lagi dimonopoli aktor-aktor negara. Tapi juga kelompok-kelompok kekerasan di tengah masyarakat yang kian menguat dan jejaring korporasi juga menjadi ancaman nyata yang harus dihadapi hari ke hari, ujar Koordinator KontraS, Haris Azhar melalui rilis kepada Kompas.com.

Selain kekerasan di Aceh dan Papua, masalah intoleransi, kata Haris, juga masih melukai Jamaah Ahmadiyah dan umat Kristen minoritas yang mendapat perlakuan diskriminatif. Tingginya praktik intoleransi juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ruang politik diskriminasi yang masih diterapkan di negeri ini. Sebut saja Jamaah Ahmadiyah dan Jemaat Kristen Indonesia yang masih kesulitan untuk menjalankan ibadahnya, terang Haris.

Semua pelanggaran HAM ini, tutur Haris, terjadi karena negara secara politik masih melakukan pengabaian atas berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi. Makin lama, kata dia, semangat perjuangan untuk menjunjung tinggi HAM dalam masyarakat pun semakin meluntur seiring dengan kebiasaan pemerintah yang terkadang lupa ingatan terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

Kemampuan dan kemauan Negara dalam menegakkan, menjamin dan melindungi hak asasi manusia dari setiap warga Indonesia kemudian diragukan. Perjuangan ini juga bisa mengendur, kata dia.

KontraS pada akhirnya kembali menyerukan kepada seluruh warga Indonesia dan pemerintah untuk kembali menghormati integritas personal setiap warga negara dan meneguhkan nilai-nilai kolektivisme diantara masyarakat dalam agenda penegakan hak asasi manusia. "Advokasi penegakan hak asasi manusia juga membutuhkan kehadiran negara, yang mampu memberikan jaminan, perlindungan dan penegakan HAM di segala sektor kehidupan," pungkas Haris.