KontraS: Perlu Ada Audit Senjata Api

INILAH.COM, Jakarta – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim untuk mengaudit kepemilikan senjata api di Aceh.

Bidang Litbang YLBHI, Agung Wijaya, dalam jumpa pers di Kantor KontraS, Jl Borobudor, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2012) sore, mengungkapkan, pada tahun 2006 lalu ada lembaga yang khusus yang mengatur kepemilikan senjata api di Aceh. Lembaga yang kemudian disikapi warga masyarakat di Aceh secara positif, karena atas inisiatifnya sendiri masyarakat berduyun-duyun mengembalikan kepemilikan senjatanya.

Namun pihaknya menyayangkan karena setelah terkumpul, hingga kini tidak pernah dipublikasikan berapa jumlah yang berhasil dikumpulkan. Tidak pernah dilakukan audit, tetapi justru ditutup rapat-rapat. Hal yang menurutnya justru membuat masyarakat tidak nyaman.

"Membuat rasa aman masyarakat tidak ada. Ditambah penegakan hukum di Aceh itu sangat lemah. Itu semakin membuat Aceh kesannya selalu dibuat agar rentan terhadap tindak kekerasan," tegas Agung.

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, menambahkan, selama ini pemerintah selalu mengklaim turut mendorong agenda perjanjian Malino I dan Malino II dan juga perdamaian di Aceh. Akan tetapi dalam prakteknya justru bersinggungan, karena kecenderungannya tidak kemudian diikuti oleh program yang jelas untuk mendorong perdamaian di daerah konflik tersebut.

Karenanya, KontraS turut mendesak Presiden SBY untuk membuat tim independen untuk melakukan audit kepemilikan senjata api sebagai solusi untuk mengatasi dan mengantisipasi tindakan kekerasan.

"Kalau mau elegan, kalau mau baik, Presiden bikin tim ad hoc. Misalnya untuk kerja 2 bulan, untuk mengaudit soal senjata ini. Karena sudah banyak kasus yang menggunakan senjata api," katanya.

Tim tersebut, tambah Haris, harus diisi oleh orang-orang yang independen. Mereka bisa dari polisi senior yang mempunyai background baik atau mengerti soal senjata api, kemudian dari kalangan akademisi, pemangku kebijakan soal regulasi senjata api, serta dari kalangan masyarakat sipil. [mvi]