Protes atas Pembubaran dan Pengusiran Paksa Aktivitas Ibadah Jemaat GKI Yasmin Bogor

Hal            :  Protes atas Pembubaran dan Pengusiran Paksa Aktivitas Ibadah Jemaat GKI YasminBogo

 

Kepada Yang Terhormat,
Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat
Irjen. Polisi Drs. Putut Eko Bayuseno, SH.
Di †Tempat

 

Dengan Hormat,
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah menerima informasi yang disampaikan oleh Majelis Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin yang beralamat di Jl. Pengadilan 35 Bogor terkait pengusiran dan pembubaran paksa  Jemaat GKI Yasmin yang sedang beribadah oleh massa yang menamakan dirinya FORKAMI dan GARIS pada hari Minggu 22 Januari 2012.

Berdasarkan informasi yang kami terima, massa tersebut mendatangi dan melakukan upaya pembubaran paksa ketika jemaat GKI Yasmin sedang melangsungkan ibadah di rumah salah satu jemaat karena lokasi gereja masih di segel oleh Wali Kota Bogor, Diani Budiarto. Peristiwa ini semakin memperpanjang ketidakpastian hukum yang berakibat pada buruknya jaminan atas rasa aman dan kenyamanan dalam beribadah.

Dalam beberapa upaya pembubaran paksa sebelumnya, KontraS secara langsung memantau dan mencatat bahwa tindakan massa yang menghendaki jemaat GKI Yasmin menghentikan aktivitas ibadah terjadi secara berulang dan berkelanjutan. Bahkan intensitas massa semakin meningkat sehingga tidak hanya mengancam jemaat namun massa juga berani melakukan pengejaran dan intimidasi terhadap anggota DPR RI yang melakukan kunjungan kerja ke GKI Yasmin.

Kami menegaskan, keberlarutan peristiwa ini tidak lepas dari ketidak tegasan sikap kepolisian RI selaku aparatur penegak hukum yang seharusnya berpedoman pada putusan pengadilan sebagai supremasi tertinggi dalam hukum yakni putusan Mahkamah Agung RI tertanggal 9 Desember 2010 yang membatalkan surat dari Kepala Dinas tata kota Nomor 503/208-DTKP, tertanggal 14 Februari 2008. GKI Yasmin merupakan potret nyata bahwa perlahan tapi pasti hukum di negeri ini tidak lagi menjadi panglima.

Peristiwa ini merupakan tamparan keras terhadap identitas negara hukum yang disandang oleh Republik Indonesia. Mengingat, putusan MA RI yang memenangkan GKI Yasmin, kemudian jaminan dari UUD 1945 tentang kebebasan beribadah serta himbauan dari masyarakat, tokoh agama dll ternyata tidak mampu menahan intervensi politik dari Wali Kota Bogor dan tekanan dari kelompok massa yang mengusung dan mengatasnamakan identitas agama tertentu.

Disisi yang lain, situasi tidak akan berlarut seperti ini jika Kepolisian RI lebih percaya diri dalam melakukan penegakan dan perlindungan hukum. Polri semestinya dapat mengoptimalkan perangkat peraturan perundangan yang dimiliki, semisal UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI dan peraturan dibawahnya semisal Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kami meyakini, jika pemerintah melalui aparat penegak hukum terus melakukan pembiaran terhadap persoalan ini, maka selanjutnya akan terjadi duplikasi terhadap pemaksaan kehendak, kekerasan, ancaman dan pelecehan supremasi hukum di negara ini. Tidak hanya umat Kristen saja yang terancam, namun umat beragama lainnya termasuk masyarakat pencari keadilan yang nasibnya akan makin tidak menentu. Bahwa peristiwa demi peristiwa adalah bagian dari represi thdp kebebasan beragama. Padahal kebebasan beragama adalah kebebasan yang fundamental dan konstitusional. Dijamin dalam berbagai aturan. Membiarkannya adalah pelanggaran ham yg serius.

Untuk itu Kepolisian RI, khususnya Polda Jawa Barat dan jajarannya tidak boleh kalah oleh intervensi politik, kepentingan sempit dan pemaksaan kehendak. Melalui surat ini kontraS hendak memberikan masukan, khususnya terhadap Polri selaku institusi terdepan dalam penegakan hukum, untuk melakukan hal †hal sebagai berikut;

  1. Bersikap lebih tegas dan profesional dalam rangka memberikan jaminan atas hak konstitusional jemaat GKI Yasmin untuk beribadat sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.
  2. Tidak memberikan toleransi terhadap setiap tindakan atau perbuatan melawan hukum apalagi dengan cara †cara kekerasan dan mengancam keselamatan. Kepolisian harus berani melakukan penegakan hukum berupa penuntutan terhadap mereka yang terbukti melakukan kekerasan dan menebar permusuhan.
  3. Sebagai aparat penegak hukum yang profesional harus berpijak pada norma, aturan dan putusan hukum yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Demikian surat ini kami sampaikan. Besar harapan kami institusi Kepolisian RI dapat menunjukkan performa terbaiknya yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan profesionalisme. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Jakarta, 24 Januari 2012
Badan Pekerja,

Indria Fernida, SH.
Wakil I Koordinator

Tembusan:
1. Kapolri
2. Komnas HAM RI
3. Komisi III DPR RI
4. Kompolnas RI
5. Presiden RI