Gelar Pahlawan untuk Soeharto Turunkan Kredibilitas Bangsa

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai dengan pemberian gelar pahlawan untuk mantan Presiden RI kedua, Soeharto menurunkan kredibilitas bangsa.

“Ini akan menurunkan kredibilitas bangsa karena kita memiliki pemimpin yang terlibat korupsi dan pelanggaran HAM,” ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar kepada wartawan usai menggelar konferensi pers dalam merespon Putusan MK mengenai Uji Materi UU Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan di Kantor Kontras, Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2012).

Tidak hanya itu, Haris mengungkapkan pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto berdampak buruk yakni akan menurunkan semangat anak muda dan justru mengajarkan sosok pahlawan yang melakukan korupsi dan pelanggaran HAM kepada generasi muda.

Namun demikian, Haris menghormati keputusan MK dengan mengesahkan UU tersebut dan sudah tidak ada upaya hukum lain untuk menggugatnya. Untuk itu, Kontras akan berusaha mengimbanginya dengan mendorong dari sisi gerakan sejarah dan terus menyuarakan versi-versi lain dari masyarakat sipil.

“Nanti juga akan mengeluarkan buku dan kami akan mengimbangi dalam upaya-upaya lain,” jelas Haris.

Seperti diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah “memuluskan” pemberian gelar pahlawan bagi mantan Presiden Soeharto setelah menolak pengujian Pasal 1 angka 4 UU nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

Majelis hakim MK berpendapat, sebagai ketentuan umum, Pasal 1 angka 4 UU 20/2009 bukan merupakan definisi utuh tentang nilai kepahlawanan, melainkan definisi dari gelar “Pahlawan Nasional”.

“UU 20/2009 pada bagian ketentuan umum maupun pada bagian lainnya tidak memberikan definisi khusus mengenai pahlawan maupun kepahlawanan, sehingga secara sistematis definisi tersebut harus ditemukan dalam keseluruhan bagian Undang-Undang a quo,” kata Ahmad Fadlil Sumadi, saat membacakan pertimbangannya.

Fadlil juga mengatakan bahwa istilah “baik” pada frasa “berkelakuan baik” harus ditafsirkan sebagai nilai “baik” yang diterima oleh seluruh komponen bangsa Indonesia, dan bukan nilai “baik” yang diyakini secara terbatas oleh sekelompok orang tertentu.

Permohonan pengujian UU Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan ini diajukan Ray Rangkuti, Muhammad Chozin Amirullah. Asep Wahyuwijaya, AH. Wakil Kamal, Edwin Partogi, Abdullah, Arif Susanto, Dani Setiawan, Embay Supriyanto, Abdul Rohman dan Herman Saputra.