Kontras: TNI tak Perlu Ikut Amankan Demo BBM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras ) menolak tegas rencana pelibatan TNI dalam pengamanan aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak). Pelibatan TNI dalam mengatasi persoalan aksi demonstrasi masyarakat sipil jelas bertentangan dengan semangat profesionalisme dan reformasi TNI.

"Sampai sejauh ini tidak ada landasan hukum yang tegas mengatur peralihan tugas TNI ke kerja-kerja pengamanan," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, kepada Republika, Rabu (7/3).

Menkopolhukam, Djoko Suyanto, Senin (5/3) lalu menyatakan bahwa pasukan TNI akan dikerahkan untuk membantu Polri menangani para demonstran BBM. Menurut Haris, hal tersebut tidak tepat karena TNI adalah alat tempur dan bukan alat menghadapi rakyat. Sebagaimana diatur dalam UU TNI nomor 34 tahun 2004, tugas TNI terbatas pada tugas perang dan operasi milter selain perang (OMSP).

UU tersebut juga menjelas bahwa kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden (pasal 17 ayat 1). Dan dalam hal pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut, Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 17 ayat 2).

”Tindakan OMSP harus dilakukan dengan ukuran dan proses yang jelas. Apalagi, UU TNI mendorong TNI sepenuhnya dimaksimalkan untuk fungsi pertahanan dan bukan fungsi penanganan keamanan dalam negeri,” katanya. ”Kami mengingatkan bahwa buruknya cara merespon suara rakyat akan semakin memperburuk kebijakan kenaikan harga BBM itu sendiri.”

Kenaikan BBM akan berimplikasi pada kenaikan harga yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Hal ini tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan bahkan tidak dimbangi dengan perbaikan pelayanan publik. Maka selain dilihat sebagai hak konstitusional untuk berpendapat dan berekspresi, aksi protes masyarakat juga merupakan bentuk suara publik.

Kontras: TNI tak Perlu Ikut Amankan Demo BBM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras ) menolak tegas rencana pelibatan TNI dalam pengamanan aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak). Pelibatan TNI dalam mengatasi persoalan aksi demonstrasi masyarakat sipil jelas bertentangan dengan semangat profesionalisme dan reformasi TNI.

"Sampai sejauh ini tidak ada landasan hukum yang tegas mengatur peralihan tugas TNI ke kerja-kerja pengamanan," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, kepada Republika, Rabu (7/3).

Menkopolhukam, Djoko Suyanto, Senin (5/3) lalu menyatakan bahwa pasukan TNI akan dikerahkan untuk membantu Polri menangani para demonstran BBM. Menurut Haris, hal tersebut tidak tepat karena TNI adalah alat tempur dan bukan alat menghadapi rakyat. Sebagaimana diatur dalam UU TNI nomor 34 tahun 2004, tugas TNI terbatas pada tugas perang dan operasi milter selain perang (OMSP).

UU tersebut juga menjelas bahwa kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden (pasal 17 ayat 1). Dan dalam hal pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut, Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 17 ayat 2).

”Tindakan OMSP harus dilakukan dengan ukuran dan proses yang jelas. Apalagi, UU TNI mendorong TNI sepenuhnya dimaksimalkan untuk fungsi pertahanan dan bukan fungsi penanganan keamanan dalam negeri,” katanya. ”Kami mengingatkan bahwa buruknya cara merespon suara rakyat akan semakin memperburuk kebijakan kenaikan harga BBM itu sendiri.”

Kenaikan BBM akan berimplikasi pada kenaikan harga yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Hal ini tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan bahkan tidak dimbangi dengan perbaikan pelayanan publik. Maka selain dilihat sebagai hak konstitusional untuk berpendapat dan berekspresi, aksi protes masyarakat juga merupakan bentuk suara publik.