DPR dan KPK Perlu Proaktif Mengawasi Pembelian Sukhoi

DPR dan KPK Perlu Proaktif Mengawasi Pembelian Sukhoi

Klarifikasi, atau lebih tepatnya sanggahan Pemerintah cq Kemenhan yang menyebutkan bahwa dalam pembelian 6 unit Sukhoi SU 30 MK2 tidak ada unsur penggelembungan harga didasari oleh sebuah argumen bahwa masing-masing unit pesawat dibeli dengan harga USD 54,8 juta. Ini artinya, untuk total 6 unit Sukhoi, harga keseluruhan adalah USD 328,8 juta. Sementara itu, total anggaran yang dialokasikan untuk pembelian senilai USD 470 juta. Dengan demikian, masih ada sisa sebesar USD 141,2 juta yang menurut versi Pemerintah, digunakan untuk membeli 12 mesin dan pelatihan 10 pilot.

Secara kasar, dengan menghitung harga umum dari 12 mesin dengan masing-masing mesin seharga USD 6 juta, maka total untuk kebutuhan itu adalah USD 72 juta. Sementara untuk pelatihan 10 pilot dengan asumsi total anggaran mencapai USD 12,5 juta, maka masih ada selisih harga sebesar USD 56,7 juta (setara Rp 538,6 miliar) yang belum dapat dijelaskan untuk kepentingan apa. Demikian pula, Pemerintah belum dapat menjelaskan bahwa pesawat yang dibeli seharga USD 54,8 juta sudah memiliki berbagai macam perangkat, termasuk avionic (instrumen digital pesawat).

Mengingat proses pembelian 6 unit Sukhoi masih sangat simpang siur informasinya, maka dibutuhkan peran yang lebih kuat dari DPR RI Komisi I untuk melakukan kontrol yang lebih ketat atas pengadaan alutsista TNI, termasuk Sukhoi. Selama ini tidak ada kesan yang kuat bahwa Komisi I DPR sudah sangat maksimal dalam menggunakan wewenang mereka untuk melakukan pengawasan, termasuk memastikan bahwa anggaran yang diajukan untuk pengadaan Sukhoi sesuai dengan nilai yang wajar.

Untuk itu, kami dari kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari Kontras, Imparsial, ICW, ELSAM, HRWG dan IDSPS menuntut beberapa hal:

Pertama, DPR Komisi I harus menjadikan pengawasan terhadap pengadaan alutsista TNI sebagai prioritas yang tinggi mengingat ada sekitar Rp 150 triliun anggaran negara yang dipertaruhkan. Supaya tidak ada kesan bahwa DPR Komisi I ‘bermain mata’ dalam proyek pengadaan Sukhoi, maka menjadi penting bagi Komisi I untuk meminta Kemenhan melakukan klarifikasi, terutama untuk mendapatkan akses kontrak pembelian Sukhoi.

Kedua, Kemenhan harus melakukan klarifikasi secara detail atas indikasi terjadinya ketidakwajaran dalam pengadaan Sukhoi, termasuk keterlibatan agen dengan menjelaskan secara terbuka ruang lingkup pekerjaan dalam kontrak pembelian Sukhoi.

Ketiga, sebagai penegak hukum, KPK harus secara proaktif melakukan penelusuran atas indikasi ketidakwajaran dalam pembelian Sukhoi. Hal ini sekaligus akan menjadi preseden, apakah KPK periode ketiga berani masuk ke proyek pengadaan alutsista, dimana hal itu tidak pernah dilakukan pada periode sebelumnya.

Keempat, Komisi 1 dan KPK perlu memanggil agen yang terlibat dalam pembelian Sukhoi  untuk memastikan peranannya dalam pembelian Sukhoi.

 

Jakarta, 14 Maret 2012
KontraS
ICW
Imparsial
Elsam
IDSPS
HRWG