Kontras: Negeri Ini Seperti Republik Ocehan

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat tiga isu utama pelanggaran hak asasi manusia tahun 2011 yang menjadi tren sejak tahun-tahun sebelumnya. Pelanggaran itu mencakup permasalahan imunitas, kebebasan beragama, dan kekerasan negara.

Koordinator Badan Pekerja Federasi Kontras Haris Azhar, Selasa (20/3/2012) di Jakarta mengatakan, model kekerasan ini masih serupa dengan beberapa tahun di belakangnya. Yang masih tercatat jelas dalam catatan Kontras adalah masalah GKI Yasmin, polemik Ahmadiyah, masalah kepemilikan tanah rakyat maupun tanah adat, dan sengketa di Papua yang tak kunjung selesai.

"Ini seperti republik ocehan, berisi ocehan politik para pemberi harapan palsu yang tidak mampu menegakkan konstitusi dan hukum untuk melindungi hak warga negaranya, terutama untuk mereka yang miskin, minoritas dan buta hukum, serta jadi korban diskriminasi," ujar Haris.

Berdasarkan catatan Kontras selama 2011, telah terjadi 691 kasus kekerasan dengan 1.586 korban kekerasan. Menurut Haris, angka tersebut hanya sebagian kecil dari kasus kekerasan terhadap HAM mengingat kapasitas Kontras terbatas dan fokus pada isu tertentu. Dari kasus-kasus itu, yang mendapat banyak sorotan tahun lalu sebanyak 52 kasus kekerasan di Papua yang bersinggungan dengan militer dan PT Freeport Indonesia.

"Dalam angka tersebut terjadi berbagai penderitaan, kesedihan, dari mereka yang dibakar rumah ibadahnya, dibunuh karena aspirasi politiknya, dirampas tanah adatnya, dan distigma karena berbeda ideologinya. Di sini pemerintah gagal memenuhi janji pemenuhan HAM," kata Haris.

Menurut Kontras, kasus kekerasan dan pelanggaran terus terjadi karena para pejabat negara hanya mampu beretorika melalui kemampuan politik. Namun, sedikit yang mewujudkan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM. "Aksesori politik ini semakin membosankan. Banyak compang-camping penegakan HAM di Indonesia. Ocehan-ocehan politis kerap hanya menjadi rujukan utama mempertegas aturan yang tidak berpihak pada HAM," tutur Haris.

Haris meminta pemerintah berkaca pada ocehan dan janji manis yang dulu sempat diumbar mengenai pengentasan kasus pelanggaran HAM masa lalu, maupun kasus yang kini tengah menjadi tren di tengah masyarakat. Jika tidak, jangan heran jika kepercayaan masyarakat meluntur terhadap pemerintah dan melayangkan protes dengan cara mereka masing-masing. Pemerintah, kata Haris, jangan hanya bicara tapi harus bertindak cepat dan cekatan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.