PERANGAI POLISI MEMPERBURUK KEBIJAKAN BBM

PERANGAI POLISI MEMPERBURUK KEBIJAKAN BBM

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan rasa prihatin yang mendalam atas bentrokan yang terjadi hari ini, Selasa 27 Maret 2012, kepada kedua belah pihak-baik para demonstran dan aparat polisi yang terluka dalam melakukan pengamanan di lapangan. Dari pemantauan kami di lapangan, KontraS mencatat hari ini di Jakarta terdapat 5 lokasi yang menjadi pilihan peserta aksi dalam mengungkapkan kebebasan berekspresi mereka.

DPR RI, Pelabuhan Tanjung Priok, Thamrin (Bundaran HI), dan Istana Negara. Kami menilai, keempat lokasi utama tersebut mampu dikelola kondisi dan situasi keamanannya. Namun demikian, di lokasi kelima dan lokasi terakhir sebelum sampai ke titik strategis Istana Presiden RI (titik Gambir), gesekan antara massa demonstran dengan aparat kepolisian tidak bisa dihindari. Setidaknya, berdasarkan pemantauan kami beberapa bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan aparat polisi adalah sebagai berikut:

Penembakan dengan senjata gas air mata, penyemprotan dengan water cannon (3 unit), penangkapan, penyerangan, perampasan kamera dan memory card milik jurnalis, dan pengejaran demonstran hingga ke pemukiman penduduk. Puluhan orang ditangkap dan ditahan di Polda Metro Jaya. Puluhan lainnya juga terluka dalam insiden ini. Di wilayah lain, seperti Sumatera Utara, 2 orang tertembak peluru karet, 2 orang lainnya dipukul dan 2 jurnalis dikeroyok oleh Satuan Brimob dan PHH Polda Sumatera Utara (26/3). Polisi juga menggunakan instrumen kekerasan berlebih (rotan) untuk memukul mahasiswa di Kota Samarinda pada hari ini.

Menariknya, KontraS juga menemukan keberadaan anggota Kodim 0501 di Gambir dalam melakukan pengarahan pengamanan aparat polisi hingga selesai.

Semestinya, bentrokan sore di Gambir bisa dihindari, jika aparat kepolisian tetap memegang prosedur pengamanan secara konsekuen, sebagaimana yang telah diterapkan di 4 titik lainnya. Kami mengukur setidaknya terdapat 4 peraturan internal (baik Peraturan Kapolri maupun Prosedur Tetap) yang tidak dijadikan acuan dalam pengamanan di titik terakhir (Gambir).

Pertama, Perkap Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa. Aparat polisi di lapangan telah melanggar Pasal 7 ayat (1), di mana aparat polisi telah bersikap arogan dan terpancing emosinya oleh perilaku massa demonstran. Aparat polisi juga telah mengucapkan kata-kata kotor, memaki-maki massa demonstran. Kedua, Perkap Nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Pengamanan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, yang menegaskan bahwa polisi wajib dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia. Di mana Perkap ini juga ditegaskan dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Aparat polisi telah melanggar prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, khususnya prinsip nesesitas (polisi benar-benar dihadapkan pada suatu kondisi yang mengharuskan menerapkan kekerasan dan senpi saat menegakkan hukum) dan proporsionalitas (penggunaan kekerasan dan senjata api didasari tujuan yang dicapai dan tidak melebihi batas, hanya saat sangat dibutuhkan). Keempat, jaminan perlindungan HAM juga diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tindakan berlebih dalam melakukan pengamanan unjuk rasa yang masih dilakukan aparat kepolisian di Jakarta dan wilayah lainnya di Indonesia, menunjukkan bahwa Polri telah keluar dari prinsip-prinsip nesesitas (keperluan), proporsionalitas dan aturan-aturan internal yang telah dibahas di atas. Dalam hal ini Polisi masih menunjukan wajah anti rakyat. Dalam hal ini KontraS meminta Polri untuk bertindak secara terukur, taat prosedur dan melakukan pendekatan persuasif terhadap aktivitas demonstrasi terkait kebijakan BBM jelang 1 April 2012.

KontraS akan memantau terus aktivitas pengamanan baik yang dilakukan di Ibukota dan kota-kota lainnya. Termasuk keterlibatan TNI dalam melakukan pengarahan pengamanan untuk keputusan kebijakan BBM ini.

Jakarta, 27 Maret 2012

Haris Azhar, MA
Koordinator KontraS